ERA.id - Citra “perempuan cantik harus putih”, “perempuan cantik harus rambut lurus”, dan beberapa citra lainnya masih langgeng dalam pikiran masyarakat Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri, bangunan citra itu akibat polesan yang ditampilkan banyak media, dari analog hingga digital.
Pariwara di koran, majalah, radio, TV sangat memengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia. Misal, iklan-iklan sampo yang selalu menampilkan perempuan berambut panjang lurus. Citra itu melekat kepada penonton. Citra yang masih melekat terserbut karena media yang memeliharanya.
Mengapa perempuan begitu erat keterlibatannya dalam dunia periklanan? Rendra Widyatama, dalam buku Pengantar Periklanan, menyebut setidaknya ada dua faktor yang mendasarinya. Pertama, perempuan merupakan faktor utama yang sangat besar dalam industri, karena jika diinventarisir lebih banyak produk industri diciptakan bagi kaum perempuan.
Kedua, perempuan dipercaya mampu menguatkan pesan iklan. Bagi laki-laki, kehadiran perempuan merupakan syarat penting bagi kemapanannya. Sementara bila target pasar dari produk yang diiklankan adalah perempuan, kehadiran perempuan merupakan wajah aktualisasi yang mewakili jati diri atau eksistensinya.
Tanpa perempuan, iklan tak menjual. Sebab, menurut Widya, perempuan mempuanyai elemen agar iklan mempunyai unsur menjual, sehingga menghasilkan keuntungan, maka penggunaan perempuan dalam iklan tampaknya merupakan sesuatu yang sejalan dengan ideologi kapitalisme.
Aktivis perempuan dan feminis Indonesia selalu menggugat citra perempuan yang demikian. Yang kerap dikritik, salah satunya, adalah dalam penggunaan judul berita yang alih-alih menjadi subjek, perempuan kerap jatuh pada objektivikasi.
Dalam tulisan “Citra Perempuan dalam Pariwara di Hindia Belanda” pada buku Kota-Kota di Jawa: Identitas, Gaya Hidup, dan Permasalahan Sosial, Widya Fitrianingsih menulis bahwa perempuan mulai menghiasi dunia pariwara, terutama iklan surat kabar yang menjadi lokus sejak 1900an, baik sebagai model ataupun hanya sebagai ilustrasi.
Pada 1900an, jumlah perempuan asing di Hindia Belanda terjadi peningkatan, terutama perempuan Eropa. Hal ini memungkinkan produk-produk yang dikonsumsi masyarakat Eropa, semakin banyak beredar dan dipasarkan di Hindia Belanda. Produk-produk tersebut memerlukan media pemasaran salah satunya dengan menggunakan jasa iklan.
Widya Fitrianingsih mempelajari iklan atau pariwara surat kabar tahun 1900—1942. Ia membagi empat citra perempuan baik sebagai model atau sebagai ilustrasi dalam iklan.
Perempuan Pesolek
Citra yang berhasil dikonstruksikan mengenai perempuan pesolek meliputi citra pigura. Perempuan sebagai citra pigura dilekatkan pada fisik perempuan sebagai sosok yang harus bisa tampil menarik dan cantik, putih, mulus, berambuh panjang, keibuan, dan lemah lembut.
Salah satu cara agar bisa tampil cantik dan manarik adalah dengan menggunakan kosmetik. Pada masa Hindia Belanda, kosmetik telah dikenal secara luas oleh perempuan melalui iklan, seperti iklan bedak, lash brow mata, cream, obat perawatan rambut, dan minyak rambut.
Citra pigura berhasil dikonstruksikan lewat iklan-iklan kecantikan sejak tahun 1900an sampai akhir 1940an.
Perempuan Rumah Tangga
Citra yang berhasil dikonstruksikan meliputi citra pilar, citra pinggan, dan citra peraduan. Citra pilar adalah perempuan menjadi penopang utama dalam urusan domestik. Perempuan bertanggung jawab atas semua keperluan rumah tangga, termasuk menjaga dan merawat anak-anak. Sedangkan, citra pinggan adalah gambaran perempuan yang diperlihatkan dalam wilayah domestik, khususnya menyangkut urusan masak-menasak dan menyuci.
Sementara, citra peraduan adalah perempuan ditonjolkan dalam aspek seks dan seksualitasnya. Perempuan harus dapat memelihara kecantikannya, tapi kecantikan itu diperuntukkan bagi suami yang merupakan refleksi dari imajinasi kapitalisme maskulin terhadap perempuan
Iklan-iklan pada masa kolonial yang mencerminkan perempuan rumah tangga, di antaranya iklan penyedap, seperti bumbu dapur, mentega, obat-obatan untuk menjaga kesehatan keluarga, jamu/ramu-ramuan dan obat kuat.
Perempuan Dekoratif
Citra yang berhasil dikonstruksikan dari perempuan dekoratif ialah citra pergaulan. Citra ini menggambarkan perempuan sebagai sosok cantik dan anggun, sehingga pantas sebagai sosok dihormati dalam pergaulan. Citra pergaulan tidak hanya menonjolkan aspek kecantikan, tetapi juga menjadi sosok dihormati, perempuan harus mengonsumsi produk-produk tertentu.
Contoh iklan pada masa kolonial yangmencerminkan perempuan dekoratif di antaranya iklan produk-produk otomotif, seperti mobil, iklan alat-alat elektronik, radio, perlengkapan rumah tangga, minuman bir, uang, rokok, dan sebagainya.
Perempuan Karier
Perempuan karier adalah model atau ilustrasi perempuan yang diidentifikasikan sebagai perempuan yang bekerja di sektor publik maupun aktif menjalankan suatu profesi. Perempuan karier sama halnya dengan peran perempuan dekoratif berhasil dikonstruksikan.
Iklan-iklan yang menggunakan perempuan sebagai ilustrasi maupun mode dengan peran perempuan karier atau aktif ini masih sangat langka, dan terbatas bagi kalangan tertentu, seperti orang-orang Belanda/Barat.
Contoh iklan pada masa kolonial yang mencerminkan perempuan karier/aktif di antaranya iklan lowongan pekerjaan pada awal periode 1900an. Iklan tersebut mencerminkan adanya kesempatan bagi perempuan untuk dapat bekerja di sektor publik.