ERA.id - Sejarah hukuman mati telah diberlakukan sejak zaman dahulu. Berdasarkan data yang bisa ditelusuri, pada masa peradaban kuno, praktik tersebut telah dilakukan sejak zaman Babilonia di Mesopotamia.
Undang-Undang Hammurabi menjadi salah satu dokumen tertulis tertua yang menjelaskan hukuman mati. UU Hammurabi ditulis pada permukaan batu pada sekitar 1754 SM.
Orang yang bertanggung jawab atas penyusunan UU Hammurabi adalah Raja Hammurabi, penguasa Mesopotamia antara 1792—1750 SM. UU Hammurabi berisi 282 butir hukum tentang hubungan sosial masyarakat Babilonia, termasuk persoalan terkait hukuman mati.
“Beberapa aturan di dalam UU itu tidak saja mengancam hukuman mati bagi para pelaku kejahatan, tetapi juga orang-orang yang dianggap lalai menjalankan tugasnya sehingga berakibat pada hilangnya nyawa orang lain,” terang arkeolog asal Inggris, Leonard William King, dalam buku The Code of Hammurabi.
Beberapa Aturan Terkait Hukuman Mati dalam UU Hammurabi
Terdapat beberapa aturan yang menarik perhatian dari hukuman mati berdasarkan UU Hammurabi, misalnya pada butir 229. Dalam bagian tersebut dijelaskan, jika ada rumah roboh dan membunuh pemiliknya maka pembangun rumah tersebut dihukum mati.
Aturan yang selanjutnya, pada butir 230 dijelaskan, jika rumah roboh tersebut membunuh anak dari pemilik rumah maka anak dari pembangun rumah yang akan dihukum mati. Masih terkait hukuman mati terkait rumah roboh, butir 231 menjelaskan, jika rumah roboh tersebut membunuh budak dari pemilik rumah maka pembangun rumah harus memberikan budak baru kepada pemilik rumah.
Dokumen kuno yang lain juga memberikan penjelasan soal hukuman mati pada zaman kuno, misalnya naskah keagamaan Yahudi dan Nasrani. Dalam kitab Torah atau Taurat atau Pentateukh, terdapat ketetapan hukuman mati bagi pelaku pembunuhan, penculikan, sihir, pelanggaran hari Sabat, dan kejahatan seksual. Hal tersebut dijelaskan oleh pakar hukum asal Kanada, William Schabas, dalam buku berjudul The Abolition of the Death Penalty in International Law.
Di dunia Barat, hukuman mati telah menjadi bagian dari hukum sejak zaman Yunani kuno. Contoh hukuman mati pada masa tersebut yang menarik perhatian masyarakat modern adalah eksekusi Socrates, filsuf, pada 399 SM. Socrates mendapatkan vonis mati dari Dewan Juri Athena karena pemikirannya dianggap menyesatkan masyarakat, terutama anak muda di negara kota (polis) itu.
Sejarah Hukuman Mati di Indonesia
Hukuman mati merupakan salah satu bentuk pidana paling berat Indonesia. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 10, hukuman mati berlaku di Indonesia sejak Januari 1998.
Pasal tersebut menjelaskan dua jenis bentuk pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana mati masuk dalam jenis pidana pokok.
Jika dirunut lebih jauh, pertama kali hukuman mati ada di Nusantara adalah pada 1808, yaitu saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Daendels, bertugas di Nusantara, dikutip Era dari Kompas.
Pada masa Demokrasi Liberal (1951), hukuman mati menjadi strategi untuk membungkam pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat di hampir seluruh wilayah Indonesia. Pada masa Demokrasi Terpimpin (1956—1966), Presiden Soekarno merilis UU Darurat tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.
UU tersebut mendapat penguatan dari Penpres No.5 Tahun 1959 dan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 21 Tahun 1959 dengan ancaman maksimal hukuman mati. Pada periode selanjutnya, yaitu masa Orde Baru, hukuman mati menjadi “alat” untuk mendapatkan stabilitas politik dan mengamankan agenda pembangunan pemerintah.