ERA.id - Jika ditanya kepada siapa pun, “pentingkah arsip?”, sebagian besar mungkin akan menjawab penting.
Tanpa arsip, negara buta, tak mampu meneroka masa lalu untuk masa depan. Namun, seberapa istimewa kerja-kerja kearsipan dijunjung di negeri ini? Ternyata tidak seindah moto atau visi penguasa.
Muhidin M. Dahlan pada bukunya, Politik Tanpa Dokumen, menyebut “Indonesia bangsa perusak. Bangsa yang tak punya mental merawat. Apa pun akan dirusaknya jika itu tak memberi keuntungan pragmatis. Tak peduli, bahkan milik berharga Proklamator Indonesia. Dua warisan dari dua bapak pendiri bangsa itu, sepanjang reformasi, terkubur satu-satu.”
Pernyataan Muhidin itu berdasarkan pada Agustus 2010, ada peristiwa miris. Para ahli waris Inggit menjual surat nikah dan surat cerai Soekarno dan Inggit Gernasih, karena ketiadaan dana merawat barang-barang peninggalan Sang Proklamator dan istri di Kota Bandung.
Di Yogyakarta, pada 2007, Perpustakaan Hatta, rumah dari banyak buku yang dibeli dan dikumpulkan Hatta sepanjang hayat, akhirnya dijual ke Perpustakaan Universitas Gadjah Mada.
Arsip memang penting, tetapi perilaku akan merawat barang berharga yang dimiliki bangsa Indonesia masih tertatih-tatih. Perilaku merawat tidak saja tindakan sukeralawan, tetapi juga tindakan politik.
Penguasa memandang arsip bukanlah barang yang menghasilkan keuntungan materi atau bukan barang yang memiliki timbal balik. Sehingga, arsip mendapat posisi antrean paling belakang.
Arsip dianggap benda mati semata. Tidak hidup dan menghidupi. Sesuai pendapat Muhidin, bahwa “Arsip bagian dari kehidupan dengan cara terus-menerus dirawat melalui tafsiran untuk kehidupan yang akan datang, bersandar pada kepentingan-kepentingan masa kini dengan tolok ukur peristiwa yang sudah-sudah.”
Ketidakpedulian arsip—walau dianggap penting—ini bisa saja dibiasakan kepada anak-anak melalui institusi pendidikan. Di sebuah acara, Pramoedya Ananta Toer mengatakan tentang pentingnya mengarsip atau mendokuemtasi, “Andai anak-anak remaja itu punya kebiasaan mengkliping pastilah mereka tak bisa dibohongi karena tahu masalah sampai akar-akarnya. Sayang sekali pendidikan Indonesia tak pernah mendidik muridnya tekun menggali fakta.”
Hari Arsip Nasional
Hari arsip nasional tahun ini dirayakan di Pekanbaru, Provinsi Riau. Dilansir dari Antara, pada 18 Mei 2022 merupakan puncak peringatan Hari Arsip ke-51 yang dipusatkan di Kota Pekanbaru. Tahun ini panitia mengangkat tema “Sinergi Arsip untuk Kemajuan Bangsa: Tertib Arsip, Transformasi Digital Arsip, Memori Kolektif Bangsa”.
Berbagai kegiatan digelar dalam rangkaian kegiatan memperingati Hari Kearsipan ke-51, antara lain Rapat Koordinasi Kearsipan 2022, Pameran Pelayanan Terpadu Satu Pintu Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Pameran Kearsipan, penyerahan arsip statis, penanganan Arsip COVID-19 dan salinan arsip yang diawetkan, serta penyelenggaraan Sosialisasi/Workshop/Webinar Arsip.
Kembali ke masa lalu, pada 18 Mei 1971 merupakan hari penting dan bersejarah bagi insan kearsipan nasional. Tanggal tersebut, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan ditandatangani. Undang-undang ini menjadi arah dunia kearsipan nasional.
Dengan undang-undang tersebut kehadiran dan eksistensi kearsipan diakui oleh bangsa dan negara Republik Indonesia. Undang-undang tersebut telah meletakkan dasar dan memberikan arah dan pedoman bagi insan kearsipan dalam mengatur gerak dan langkah membangun kearsipan nasional.
Dikutip penjelasan dari situs web ANRI bahwa kini Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kearsipan telah direvisi dan diganti menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Akan tetapi, tanggal ditandatanganinya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tersebut sejak tahun 2005 ditetapkan sebagai Hari Kearsipan Nasional yang selalu diperingati setiap tahunnya sebagai momentum kebangkitan dunia Kearsipan Indonesia.
Bila membaca visi dan misi ANRI, semacam arsip diperlakukan dengan hormat. Ini visinya: Menjadikan Arsip Sebagai Simpul Pemersatu Bangsa Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Yang akan Dicapai Pada Tahun 2025.
Sedangkan, misinya ada lima poin. Pertama, memberdayakan arsip sebagai tulang punggung manajemen pemerintahan dan pembangunan. Kedua, memberdayakan arsip sebagai bukti akuntabilitas kinerja organisasi. Ketiga, memberdayaan arsip sebagai alat bukti yang sah.
Keempat, melestarikan arsip sebagai memori kolektif dan jati diri bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelima, memberikan akses arsip kepada publik untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan, penelitian, dan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan rakyat sesuai perauran perundang-undangan dan kaidah-kaidah kearsipan demi kemaslahatan bangsa.
Menjalani dan menempuh kerja-kerja arsip tidak mudah. Sepi dan sunyi menyelimuti, jauh dari hiruk-pikuk dunia. Bila tidak benar-benar menyukai kerja kearsipan, bisa dipastikan akan tumbang.
Mengambil pernyataan Muhidin M. Dahlan dalam blog pribadinya, bahwa arsip adalah labirin perjalanan masa silam yang menakjubkan. Oleh karena itu, menggeluti dunia pengarsipan memang mula-mula mensyaratkan adanya hasrat menggelora, rasa senang yang menggelumbang-gelumbang, dan juga keterlibatan hidup yang total.