Sejarah 31 Mei 1988: Hari Tanpa Tembakau, 22 Miliar Ton Air Dipakai untuk Membuat Rokok

| 31 May 2022 13:15
Sejarah 31 Mei 1988: Hari Tanpa Tembakau, 22 Miliar Ton Air Dipakai untuk Membuat Rokok
Tangkapan layar dari situs web WHO

ERA.id - Anggota negara World Health Organization (WHO) membuat “Hari Tanpa Tembakau Sedunia” agar tiap negara memperhatikan dan menyadari akan bahaya yang disebabkan oleh tembakau bagi manusia, kesehatan masyarakat, dan lingkungan.

Berawal dari tahun 1987, majelis organisasi kesehatan dunia tersebut mengeluarkan Resolusi WHA40.38 dan menyerukan agar 7 April 1988 menjadi “Hari Tanpa Rokok Sedunia”.

Akan tetapi, hari tersebut diubah. Majelis bikin resolusi baru, yaitu Resolusi WHA42.19 yang menetapkan dan menyerukan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada tanggal 31 Mei 1988. 

Peringatannya diperingati oleh banyak kalangan, aktivis kesehatan, aktivis antirokok, aktivis lingkungan, hingga masyarakat sipil.

Seperti yang tercantum di situs uicc.org, bahwa Hari Tanpa Tembakau Sedunia bertujuan untuk menarik perhatian kepada pelaku bisnis perusahaan tembakau agar menyorot generasi konsumen dan campur tangan mereka dalam pengambilan kebijakan yang merusak pengelolaan tembakau yang efektif.

Hari Tanpa Temabakau Sedunia tahun ini mengambil tema “Lindungi Lingkungan”, yang lebih disoroti adalah sepanjang keberadaannya, tembakau telah mencemari planet bumi dan merusak kesehatan semua orang.

Dalam situs web WHO, ditampilkan video kampanye ringkas perihal dampak tembakau (baca: rokok). Dari kandungan di dalamnya hingga puntung rokok yang tak bisa didaur ulang—kebanyakan tersebar ke laut.

Dampak berbahaya dari industri tembakau terhadap lingkungan begitu luas dan juga semakin menambah tekanan yang tidak perlu pada sumber daya planet kita yang sudah langka dan ekosistem yang rapuh.

Dikutip secara verbatim dari WHO bahwa “Tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun dan merusak lingkungan kita, yang selanjutnya membahayakan kesehatan manusia, melalui penanaman, produksi, distribusi, konsumsi, dan limbah pascakonsumsi.”

Pencemaran sampah dari puntung rokok di laut akan menghancurkan hewan biota laut. Banyak hal lain yang memprihatikan bila baca data dari organisasi kesehatan dunia itu.

Bahwa ada 600 juta pohon ditebang untuk membuat rokok; 84 juta ton emisi karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan ke udara mengakibatkan suhu global; 22 miliar ton air dipakai untuk membuat rokok.

Tembakau di Indonesia

Dalam satu dekade terakhir, industri tembakau semakin terpojok, tekanannya makin berat. Itu karena pemerintah membuat regulasi yang keras dan tidak berpihak kepada pelaku industri tembakau. 

Menurut Rizqi Jong dalam bukunya, Meniadakan Industri Tembakau (2019), keterpojokan tersebut disebabkan “Mulai dari standarisasi produk, pelarangan iklan, penaikan cukai, sampai pembuatan gambar peringatan pada bungkus rokok. Semua dibuat dalam semangat pengendalian tembakau tanpa memperhatikan keadaan industri.”

Itu dibuktikan dengan lebih 2000 pabrik rokok tutup. Data itu berasal dari Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gappri). Rizqi Jong menambahkan bahwa dalam jangka waktu kurang dari 10 tahun, regulasi yang dibuat negara berhasil membuat lebih dari 70% perusahaan rokok tutup.

Ongkos produksi membeli pita cukai dan membuat gambar peringatan salah dua faktor banyak perusahaan skala menengah tutup. 

Tembakau di Tanah Air memang lumayan aneh. Ketika orang-orang gesit berkampenyakan antirokok atau antitembakau, di sisi lain, yaitu perusahaan besar rokok terus mengkaderisasi pemain bulu tangkis. Malah, banyak pemain bulu tangkis hebat di Indonesia adalah hasil dari pembiayaan mereka. 

Dalam konteks di Indonesia, olahraga seperti bulu tangkis dan sepak bola hidup bergandengan dengan tembakau. Pembinaan dan kompetisi dibiayai oleh perusahaan besar, seperti PT Djarum. 

Namun, menurut Thohirin dalam buku Olahraga dan Tembakau (2019), seiring berjalan waktu, regulasi-regulasi soal tembakau semakin memisahkan kedua hal tersebut. Perusahaan rokok tidak lagi diizinkan memberi sponsor terhadap klub-klub sepak bola, tidak lagi diperbolehkan membiayai kompetisi.

“Sayangnya, negara kini tak hanya gagal memberi anggaran untuk berkembang,” tulis Thohirin, “tetapi juga melarang perusahaan rokok untuk membantu berkembangnya olahraga nasional.”

Rekomendasi