ERA.id - Matahari mulai meninggi saat kami tiba di Terminal II Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta. Terlihat orang-orang hilir mudik di antara tenda-tenda posko crisis center milik tim gabungan Basarnas dan TNI.
Sejak dua hari lalu, Terminal II JICT menjadi posko bagi para tim pencari dan evakuasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182. Puing-puing, barang-barang korban, dan bahkan jenazah korban akan dievakuasi ke tempat ini setelah ditemukan dari lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 di sekiat Pulau Lancang dan Pulau Laki, Kepulauan Seribu.
Ribuan personel TNI, Polri, Basarnas, dan relawan ikut membantu evakuasi dan pencarian serpihan pesawat.
Wajah lelah dan tegang tak bisa disembunyikan dari koordinator relawan penyelam dari Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI), Budi Cahyono.
POSSI merupakan salah satu unsur relawan yang terlibat dalam proses evakuasi Sriwijaya Air SJ182.
Di bawah komando Basarnas, para relawan POSSI ikut menyelam, mencari dan mengevakuasi bagian pesawat yang penting untuk ditemukan dan diteliti.
"15 penyelam kita di kapal belum pulang, tapi kita sedang bersiap jika memang harus berangkat sekarang," ujar Budi kepada ERA.id, Senin (11/1/2021).
Bagi Budi, ini bukan kali pertama baginya terlibat sebagai relawan selam untuk mencari pesawat hilang. Dua tahun lalu, tepatnya Oktober 2018, dia ikut dalam evakuasi jatuhnya pesawat Lion Air JT610 di perairan Karawang.
Relawan penyelam, harus siap fisik dan juga mental. Tekanan arus air dan gelombang ombak menjadi tantangan tersendiri. Mereka juga harus pintar mengatur emosi dan mental saat melakukan evakuasi.
Penyelam mesti tetap tenang, apalagi jika di dalam air melihat potongan tubuh manusia di antara puing-puing pesawat.
“Emosi penyelam pasti bercampuraduk ketika melihat hal tersebut. Saya juga pernah mengalami itu. Kaget dan takut pasti ada tapi kita harus tetap tenang demi keselamatan kita sendiri,” kata dia.
Selain itu, kondisi fisik penyelam juga harus dalam keadaan bugar sebelum terjun ke laut. Berdasarkan pengalamannya, tak sedikit penyelam yang masih bugar ketika di darat, tapi lansung drop saat sudah ada di lokasi pencarian. Jika seperti itu, penyelam tidak akan pernah diperbolehkan untuk menyelam.
“Yang pasti mencari korban kecelakaan di dalam air memang tak pernah jadi sesuatu yang mudah,” pungkasnya.