ERA.id - Pegiat media sosial, Ade Armando mengaku tak percaya bahwa umat Islam harus menjalankan syariat Islam, meski ia seorang muslim.
“Saya beragama islam, tapi saya tidak percaya bahwa umat Islam harus menjalankan syariat Islam,” katanya dalam video berjudul “Mengapa Saya Tidak Percaya pada Syariah” yang tayang di Cokro TV pada Senin (25/10/2021).
Ujarannya ini langsung bikin heboh netizen di media sosial. Lebih jauh, Ade mengaku tidak percaya umat Islam harus patuh pada hukum dan aturan baku yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia tersebut.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia itu mengaku percaya bahwa Allah menurunkan ayat-ayat-Nya melalui perantara malaikat kepada Nabi Muhammad.
“Namun, saya tidak percaya bahwa di dalam Al-Qur'an, termuat hukum Islam yang harus dijalankan dengan cara yang sama di seluruh dunia di sepanjang zaman,” sambungnya.
Ade Armando sendiri mempunyai pemahaman hukum dalam Al-Qur'an adalah hukum yang merefleksikan kondisi abad ke-tujuh di tanah Mekkah saat ayat itu diturunkan.
Ia mengatakan, pemikirannya itu berbeda pandangan dengan mereka yang percaya kepada penegakan syariah.
“Kalangan penegak syariah percaya bahwa Allah menurunkan sebuah paket hukum Islam yang lengkap di abad ke-7 itu. Bahkan, hukum itu tidak hanya termuat dalam Al-Qur'an, tapi juga dalam ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad plus pandangan ulama di abad-abad pertama Islam,” ucapnya.
Kalangan penegak syariah disebutnya memiliki gagasan bahwa sumber hukum Islam adalah ayat-ayat Allah dalam Al-Qur'an, ucapan dan tindakan Nabi Muhammad, serta kesepakatan para ulama.
“Seperti yang saya katakan, gagasan itulah yang saya tolak,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, imam di Islamic Center of New York, Amerika Serikat, yakni Muhammad Syamsi Ali, langsung membantah pemikiran Ade. Menurutnya, berislam tanpa bersyariat tidaklah Islam.
Bahkan ia mengimbau Ade untuk bicara memakai otak. "Berislam tanpa bersyariat tidak berislam. Ketika anda mengingkari syariat, anda ingkari Islam. Anda Syahadat itu Syariah, anda sholat itu Syariah, anda Puasa, Haji, makan halal, tidk makan haram itu Syariah, nikah itu Syariah, tdk zinah itu Syariah. bicara Pakai otaklah!"
"Ketika pendiri bangsa menghapus 7 kata dari sila pertama Pancasila itu karena Pancasila milik semua warga negara, Muslim dan non Muslim. Tapi ketika Sudah bicara Islam, itu hanya u/ orang Islam. Di sìni Syariah menjadi keharusan. Karena semua yang dilakukan dalam agama Syariah.."
"Dan karenanya berislam melalui “menjalankan Syariah” bagi Umat Islam itu rincian dari Sila pertama, khusus bagi Umat Islam. Pemahaman Ini bukan bagian atau pasal dari Pancasila. Tapi penafsiran warga negara Indonesia yang Muslim tentang Pancasila berdasarkan ajaran agamanya," tandas Syamsi Ali lewat akun Twitternya.
Profil Syamsi Ali
Siapa sosok Syamsi Ali ini sebenarnya? Setelah ditelusuri, pria bernama lengkap Muhammad Syamsi Ali ini ternyata lahir di Indonesia dan besar di Kabupaten Bulukumba, jauh dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Syamsi Ali atau dieja Shamsi Ali (dalam bahasa Inggris) lahir pada 5 Oktober 1967. Selama tinggal di Amerika Serikat, ia menjadi Direktur Jamaica Muslim Center, sebuah yayasan dan masjid di kawasan timur New York.
Tak cuma itu, Syamsi Ali juga aktif dalam kegiatan dakwah Islam dan komunikasi antaragama di Amerika Serikat (terutama pantai timur).
Waktu kecil, Syamsi menyelesaikan pendidikan SD di Desa Lembanna, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Oleh orang tuanya, ia dimasukkan ke Pondok Pesantren Muhammadiyah Darul-Arqam Makassar. Setelah tamat dari pesantren 1987, Syamsi bekerja sebagai staf pengajar di almamaternya hingga akhir 1988.
Ia mendapat tawaran beasiswa dari Rabithah Alam Islami untuk melanjutkan studi dalam bidang Tafsir ke Universitas Islam Internasional, Islamabad, Pakistan.
Jenjang S1 selesai pada tahun 1992 dan dilanjutkan pada universitas yang sama dan menyelesaikan jenjang S2 dalam bidang Perbandingan Agama pada tahun 1994.
Selama menjalani studi S2, Syamsi bekerja sebagai staf pengajar pada sekolah Saudi Red Crescent Society di Islamabad. Dari sanalah, ia dapat tawaran untuk mengajar pada The Islamic Education Foundation, Jeddah, Arab Saudi pada awal tahun 1995.
Saat masuk musim haji tahun 1996, ia mendapatkan amanah untuk berceramah di Konsulat Jenderal RI Jeddah di Arab Saudi.
Tak lama, ia bertemu dengan beberapa jamaah haji luar negeri, termasuk Dubes RI untuk PBB, yang sekaligus mengajaknya ke New York, Amerika Serikat. Tawaran ini kemudian diterima Syamsi Ali dan ia pindah ke New York pada awal tahun 1997.
Dekat dengan Anies Baswedan
Syamsi Ali bukan sosok yang tidak punya nama dan dekat dengan 'orang penting' di Indonesia. Beberapa tahun lalu, ternyata Anies sempat memujinya.
Lewat status Facebook, Anies mengenang masa-masa dirinya saat menimba ilmu di Amerika Serikat. Begini katanya.
"Medianya email atau telepon. Imam Shamsi Ali di New York dan kami di Illinois. Di masa itu, saya pengurus masjid kampus di DeKalb, Illinois.
Masa itu sedang menyelesaikan disertasi dan sering telepon dengan Imam Shamsi utk diskusi, mendengar pengalaman beliau mengurusi jamaah masjid yang berbeda-beda latar belakangnya.
Menjadi pengurus masjid kampus dengan jamaah yang beragam latar belakang adat, kebangsaan, bahasa dan mazhab merupakan pengalaman yang unik Jumat kemarin, alhamdulillah, sebuah kebahagiaan bisa menyambut Imam Shamsi di Balaikota dan bersilaturahim kembali dengan sahabat lama.
Imam dari New York ini menjadi Khotib Sholat Jumat pada pengajian bulanan di Masjid Fatahillah Balaikota.
Semoga beliau diberikan kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam menjalankan peran mulianya di negeri yang jauh dari tanah lahirnya," tulis Anies pada 2019 silam.