Berguru pada Umbaran: Jalan Panjang Seorang Intel

| 15 Dec 2022 22:10
Berguru pada Umbaran: Jalan Panjang Seorang Intel
Ilustrasi. (ERA/Nisa Rahma Tanjung)

ERA.id - Umbaran Wibowo namanya. Sorot matanya sayup-sayup dan tajam. Wajahnya panjang. Sudah belasan tahun lelaki kelahiran 1984 bertubuh tinggi ramping itu kelayapan di Blora sebagai jurnalis. Setelah 14 tahun berkelana meliput berita sana-sini, ia melepas topeng dan menampakkan wajah aslinya.

Di kalangan wartawan Blora, Umbaran dikenal sebagai kontributor TVRI Jawa Tengah. Hingga pada 2021, ia ikut serah terima jabatan (sertijab) di Kepolisian Resor (Polres) Blora dan dilantik jadi Wakil Kepala Kepolisian Sektor (Wakapolsek). Puncaknya, Umbaran resmi diangkat jadi Kapolsek Kradenan 12 Desember lalu. Semua ternganga.

Usut punya usut, Umbaran mengemban misi sebagai intel khusus Polda Jawa Tengah dan ia mengeksekusinya dengan paripurna. Perintah pimpinan, katanya. Teman-temannya di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Blora sampai tak ada yang menyangka ia merangkap sebagai polisi. 

“Dulu tiap hari liputan bareng, eh malah sertijab di Polres Blora,” ungkap Ketua PWI Blora Heri Purnomo dua hari pasca Umbaran jadi Kapolsek.

Hingga September kemarin, ketika penyamarannya belum diumbar, Umbaran masih wara-wiri menggelar pameran bonsai di Gelanggang Olahraga Mustika Blora. Di luar jurnalistik, ia pernah aktif jadi ketua penggemar bonsai Blora hingga ketua panitia pilkades di Kecamatan Tunjungan pada 2019. 

Cerita tentang intel mungkin sudah terlalu sering kita dengar: aparat menyamar jadi tukang bakso, supir ojek, aktivis mahasiswa, atau wartawan sekalipun. Namun, rasanya belum ada yang seepik Umbaran. Dan terlepas apa pun motifnya, kita bisa menaruh hormat pada totalitas dan profesionalitasnya sebagai intel. Jalan panjang yang ia tempuh.

Intel dilarang pamer

Filsuf Yunani Sopochles pernah bilang, “Yang paling berat di dunia adalah menjaga rahasia.” Secara otomatis, kerja intel bisa masuk kategori kerja terberat. Karena tugasnya yang paling hakiki adalah merahasiakan identitas biar bisa meraup informasi sebanyak-banyaknya.

Umbaran bukan setahun-dua tahun menyamar jadi wartawan, tapi 14 tahun! Waktu yang cukup lama untuk membesarkan seorang anak dari lahir hingga masuk SMP. Bayangkan serapi apa ia menyembunyikan kedoknya sebagai polisi di tengah sorotan kamera tiap hari?

Jangankan dicurigai, pas hari jadi Blora tahun 2016, wartawan se-Blora malah mempercayakan Umbaran buat menyelenggarakan turnamen futsal antar wartawan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Iptu Umbaran Wibowo saat mengikuti turnamen futsal antar wartawan 2016. (Istimewa)

Kalau kami di posisi Umbaran, mungkin setelah enam bulan menyusup, gelagat sebagai intel mulai kentara, entah itu karena gugup atau kami kehabisan ide mengarang-ngarang cerita. Paling lama dua tahun kami bisa bertahan pura-pura mengabdikan diri di dunia jurnalistik sebelum akhirnya menyerah. Lalu kembali ke markas dan bilang ke atasan. “Izin pindah pos Komandan!”

Yang hebatnya lagi dari Umbaran adalah ketahanannya untuk tidak pamer. Masih ingat kasus rekrutan baru Badan Intelijen Nasional (BIN) yang posting SK pengangkatannya di media sosial 2016 lalu? Dengan bangga pria bernama Banyu Biru itu menunjukkan kepada dunia bahwa dirinya intel.

Sebagian ada yang mengaku intel buat gagah-gagahan dan ditakuti. Teranyar misalnya, warga lokal di Lombok Utara ngaku jadi intel Polri sambil berkeliaran di kawasan wisata Gili Tramena dan melakukan pungli ke warga setempat. Kata Kapolres Lombok Utara I Wayan Sudarmanta, pelaku sudah ditangkap pada Rabu sore (14/12).

Ada juga Mardigu Wowiek, manusia serba bisa yang ngaku-ngaku sebagai intel didikan Jenderal Benny Moerdani sambil sesumbar harusnya intel di Indonesia macam James Bond, bisa menyadap dan menangkap siapa saja yang dicurigai sebagai penjahat.

Mardigu jelas bicara ngelantur, bukan James Bond yang harus jadi patokan intel Indonesia, tapi Umbaran. Intel bukan orang penggila nama dan reputasi macam Mardigu, tapi mereka yang siap bekerja di balik bayang-bayang. Kerjanya sunyi, senyap, hingga diam-diam dilupakan atau dianggap pengkhianat.

Dedikasi Umbaran sebagai wartawan

Kalau kita lihat perawakan Umbaran, harus diakui ia memang lebih cocok disebut wartawan ketimbang polisi. Namun, selain didukung penampakannya yang jauh dari kata intel, dedikasi Umbaran patut diacungi jempol dan jadi bahan pelajaran, baik bagi calon intel maupun lingkup wartawan sendiri. 

Aslinya boleh polisi, tapi ia tak memainkan lakon wartawan dengan setengah hati. Umbaran bukan sembarang wartawan, ia lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Dewan Pers dan tercatat sebagai wartawan madya dengan nomor sertifikat 8953-PWI/WDya/DP/I/2018/19/10/84. Namanya masih bisa dicek di situs Dewan Pers.

Tangkapan layar di situs Dewan Pers.

Jadi wartawan madya berarti Umbaran berkompeten mengkoordinasi liputan, menganalisis bahan liputan acara, merencanakan liputan investigasi, menulis dan menyunting berita, merancang isi rubrik, hingga membangun dan memelihara jejaring. Sungguh bukan kaleng-kaleng.

Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno bahkan bersaksi bahwa Umbaran bekerja dengan baik. "Sebagai kontributor selama sekitar 12 tahun tidak ada permasalahan, segala sesuatunya berjalan dengan sangat baik, aliran berita dari Blora ke TVRI Jawa Tengah juga berjalan dengan baik," ujarnya, Kamis (15/12).

Umbaran harus menamatkan kisah dan karirnya sebagai wartawan menjelang dilantik jadi Kapolsek Kradenan. TVRI menerima surat pengunduran dirinya sebagai jurnalis lepas pada Oktober 2022. Meskipun tugasnya sebagai intel khusus sudah dinyatakan berakhir sejak Januari 2021.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menganggap penyusupan Umbaran sebagai ‘cara kotor yang melanggar undang-undang pers’. Dalam keterangan resminya, Kamis (15/12), AJI Indonesia menulis bahwa lolosnya aparat sebagai wartawan tersertifikasi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pers.

Kasus Umbaran patut disayangkan, tapi juga bisa jadi evaluasi terhadap Dewan Pers agar kejadian serupa tak terulang lain waktu. Yang jadi pertanyaan kan begini, kok bisa-bisanya wartawan yang bertugas mengorek informasi malah luput mengonfirmasi latar belakang seorang polisi? Kemungkinannya cuman dua, antara prosesnya yang kurang ketat atau intelnya yang emang jago.

Kelak, kalau kami punya anak, kami jelas akan melarangnya jadi intel. Namun, kalau tekadnya sudah bulat dan tak bisa ditawar-tawar lagi, kami cuman akan berpesan: kalau kamu jadi intel, jadilah seperti Umbaran.

Rekomendasi