ERA.id - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini menegaskan, partainya tak masalah apabila harus kembali menjadi oposisi di pemerintahan mendatang.
PKS, kata Jazuli, punya pengalaman panjang baik saat berada di dalam pemerintahan, maupu di luar pemerintahan. Hal itu terekam dalam 20 tahun terakhir.
"PKS punya pengalaman 10 tahun koalisi di masa Pak SBY dan 10 tahun oposisi di masa Pak Jokowi. Jadi oposisi gak ada masalah, koalisi siap. Kita lihat dinamikanya," kata Jazuli dikutip melalui keterangan tertulisnya, Senin (29/4/2024).
Meski begitu, dia menegaskan bahwa PKS merupakan partai yang konsisten mendorong kerja sama seluruh komponen bangsa dan kekuatan politik untuk mewujudkan tujuan nasional bernegara.
Menurutnya, pesta demokrasi pemilihan umum hanya ajang adu gagasan saja. Tetapi setelah selesai, maka semua pihak harus kembali bersatu.
"Kita tidak pernah membatasi diri bekerjasama dengan siapapun karena tidak mungkin membangun bangsa dan negara tanpa kerjasama," ujarnya.
Terkait bagaimana posisi politik PKS di pemerintahan mendatang, hal itu hanya sekadar urusan teknis.
"Yang pasti, keputusan soal koalisi atau oposisi di PKS bukan selera personal tapi keputusan musyawarah Majelis Syura dan DPTP, dan sifatnya dinamis sesuai derajat kemaslahatan dan kepentingan untuk rakyat," tegasnya.
Lagipula, komunikasi dengan partai-partai politik untuk kerjasama baik di eksekutif maupun legislatif sangat baik dan berjalan lancar. Termasuk dengan calon presiden terpilih Prabowo Subianto.
Jazuli mengklaim, hubungan PKS dengan Prabowo sejak dulu tak pernah ada masalah. Meskipun pada Pemilu 2024 bebeda pandangan politik.
"Lalu kapan waktunya? Tunggu saja toh pelantikan presiden dan wapres masih bulan oktober. Pada saatnya PKS akan mengumumkan positioningnya," kata Jazuli.
Sebelumnya, Partai Gelora keberatan apabila Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergabung dengan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik beralasan, selama masa kampanye Pilpres 2024, PKS kerap mengeluarkan narasi negatif yang menyerang Prabowo-Gibran, bahkan Presiden Joko Widodo.
"Seingat saya, selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Senin (29/4/2024).
Selain itu, PKS juga dinilai kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat.
Misalnya, dengan memberikan cap pengkhianat kepada Prabowo karena bergabung dengan pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin periode 2019-2024.
"Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS," ujarnya.