Misalnya di Lapas Kelas IIA Bogor. Dari 987 warga binaan, hanya 222 yang mendapatkan hak pilih untuk mencoblos di TPS yang disediakan di dalam lapas.
"Ada 987 warga binaaan dan yang mendapatkan hak untuk memilih ada 222 orang, yang terbagi menjadi 2 TPS yaitu TPS 1 dan 2. Untuk bisa terdata, harus ada kerja keras dari Dukcapil dan KPU," kata Fritz di Lapas Kelas IIA Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/6/2018).
Komisioner KPU Divisi Teknis Kota Bogor Samsudin menambahkan, masih terdapat 75 persen warga binaan yang tidak mendapat hak pilihnya karena data kependudukan atau KTP elektronik mereka tidak terekam pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat.
Warga binaan di Lapas Kelas IIA Bogor memberikan hak suaranya. (Diah/era.id)
"Dari 927, yang bisa kita identifikasi dari sidik jari maupun iris matanya yang betul-betul warga Kota Bogor hanya 222. Sisanya memang belum dapat diidentifikasi, sehingga kita tidak dapat diperkenankan oleh regulasi untuk memasukkan ke dalam daftar pemilih tetap," ujar Samsudin.
Meski demikian, lanjut Samsudin, sebelumnya KPU Kota Bogor telah mengupayakan warga binaan yang tidak mendapat hak pilih untuk tetap masuk ke daftar pemilih. Namun, karena harus mengikuti regulasi dan dikhawatirkan terjadi manipulasi data oleh warga binaan, maka upaya tersebut tidak dapat terwujudkan.
(Infografis/era.id)