Demokrat Ingin JK-AHY Jadi Pasangan Pilpres 2019

| 27 Jun 2018 16:43
Demokrat Ingin JK-AHY Jadi Pasangan Pilpres 2019
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (Foto: Leo/era.id)
Jakarta, era.id - Pasca pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di kediaman SBY, Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (25/6/2018) kemarin, mencuat spekulasi mengenai munculnya pasangan Jusuf Kalla dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada Pilpres 2019. 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat Hinca Pandjaitan tak menampik adanya keinginan dari kalangan akar rumput partainya yang menginginkan pasangan Kalla-AHY. Bahkan, dalam sebuah polling internal yang digelar Partai Demokrat, nama Kalla unggul sebagai sosok pemimpin yang diinginkan para kader. 

Unggulnya nama Kalla ini, menurut Hinca, lantaran mantan wapres SBY itu pandai berpolitik. 

"Saya kira Pak JK memainkan politik yang manis sekali. Mengunjungi Pak Habibie dan tokoh-tokoh, dan itu saya kira negarawan yang baik untuk berkonsultasi, berdiskusi," kata Hinca di Kantor DPP Demokrat, Menteng, Jakarta Selatan, Rabu (27/6/2018).

Menurut Hinca lagi, munculnya nama JK-AHY bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan internal partainya untuk menentukan langkah menjelang Pilpres 2019. 

"Jadi nama-nama yang muncul itu menjadi diskusi kita. Kan bagus kalau begini dengan ini. Saya kira logis karena semua kader peduli tentang masa depan bangsa ke depan," ujarnya.

Menurut dia, tak sulit untuk mempersatukan Partai Demokrat dengan Kalla mengingat Kalla pernah lima tahun mendampingi SBY memimpin Indonesia. Keduanya juga sempat bersaing di Pilpres 2009, sehinga saling tahu karakter satu sama lain.

"Waktu Pak SBY Presiden, Pak JK Wapresnya. Tapi Pak JK juga punya pengalaman yang sama dengan Pak SBY waktu jaman sama-sama Menko, jadi mereka punya pengalaman yang sungguh luar biasa," imbuhnya.

Baca Juga: Demokrat Akan Dorong JK Nyapres

Meski demikian, niatan Partai Demokrat untuk mendorong JK nyapres nampaknya bakal terganjal Pasal 7 UUD 1945 dan UU Pemilu Pasal 169 huruf n dan huruf i Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur batas maksimal seseorang bisa menjabat selaku presiden dan wakil presiden sebanyak dua kali periode jabatan.

Mengenai peraturan tersebut, seorang warga sipil dan dua organisasi masyarakat beberapa waktu lalu mengajukan gugatan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Pengunggat meminta MK menafsirkan pasal tersebut lantaran masih dianggap multitafsir.

Rekomendasi