"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK Jakarta, Jumat (29/6/2018).
Para pemohon merasa Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sehingga berlakunya pasal a quo menimbulkan kerugian hak konstitusional para pemohon.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Mahkamah berpendapat Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ merupakan norma hukum yang berfungsi untuk melakukan rekayasa sosial agar warga negara menggunakan angkutan jalan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan, baik kendaraan bermotor perseorangan, maupun kendaraan bermotor umum.
"Sementara Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tidak ada kaitannya sama sekali dengan kendaraan bermotor karena pasal ini berkaitan dengan kedudukan yang sama setiap warga negara ketika terjadi pelanggaran hukum," ujar Arief membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.
Terkait dengan pertentangan antara Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Mahkamah berpendapat Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Sementara mengenai dalil para Pemohon yang menjelaskan adanya perlakuan berbeda antara sepeda motor dengan kendaraan bermotor lainnya, Mahkamah berpendapat sepeda motor sudah diatur dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a UU LLAJ.
Baca Juga : Merekam Curhatan Ojek Online
"Namun, ketika berbicara angkutan jalan yang mengangkut barang atau orang dengan mendapat bayaran, maka diperlukan kriteria yang dapat memberikan keselamatan dan keamanan," tambah Arief.
Oleh karena itu, berdasarkan seluruh uraian tersebut di atas, Mahkamah berpendapat bahwa permohonan para Pemohon berkenaan dengan inkonstitusionalitas Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ tidak beralasan menurut hukum.