Menebak Transaksi Koalisi Prabowo

| 01 Aug 2018 11:43
Menebak Transaksi Koalisi Prabowo
Prabowo Subianto hadir di acara PKS. (era.id)
Jakarta, era.id - Tak ada makan siang gratis. Mungkin itu yang terjadi pada koalisi pendukung Prabowo Subianto pada Pemilu Presiden 2019.

Partai Keadilan Sosial (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang lebih dulu melakukan pendekatan dengan Partai Gerindra, akhirnya luluh setelah Partai Demokrat bergabung di barisan ini. 

Baca Juga : Pilihan Terakhir SBY dan Partainya

Padahal, sebelumnya, PKS dengan tegas mengatakan akan menarik dukungan, jika Prabowo tidak memilih kadernya sebagai pendamping di Pilpres 2019. PKS pun gerak cepat dengan menyodorkan sembilan nama kadernya untuk jadi pendamping Prabowo. 

Sembilan nama itu adalah Gubernur Jawa Barat dari PKS Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, mantan Presiden PKS Anis Matta, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufrie, mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua DPP PKS Al Muzammil Yusuf, dan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.

Belakangan, sikap luluh PKS juga diikuti PAN. Padahal, PAN jauh-jauh hari sudah meminta ketua umumnya Zulkifli Hasan jadi calon presiden

Apa yang membuat PKS dan PAN luluh? 

Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai, ada transaksi yang disepakati antara anggota koalisi ini. Dia yakin, ada politik transaksional yang membuat PKS dan PAN menerima kedatangan Partai Demokrat. 

"Politik itu soal siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana. Jadi kemungkinan ada deal kompensasi politik," kata Ujang kepada era.id, di Jakarta, Rabu (1/8/2018).

PAN dan PKS juga tidak punya luka lama dengan Partai Demokrat. Bahkan, dulu, PKS dan PAN pernah jadi bawahan Susilo Bambang Yudhoyono yang memimpin negeri ini. Itu juga yang membuat mudahnya koalisi tersebut terbangun.

Baca Juga : Kisah Cinta Gerindra, PKS dan Demokrat

Sehingga, luluhnya PKS dan PAN kali ini menjadi wajar. Apalagi kalau dikaitkan dengan bagi-bagi jabatan ketika koalisi ini menang.

"Kader PAN dan PKS pernah sama-sama ada dalam koalisi SBY, waktu SBY jadi Presiden. Mungkin nanti bagi-bagi jabatan menterinya juga jika (Prabowo) menang," katanya.

Di samping itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga sudah menegaskan, bergabungnya Demokrat dengan koalisi ini tidak mensyaratkan siapapun menjadi pendamping Prabowo, termasuk Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). 

Inilah yang membuat PKS senang. Sebab, dari rekomendasi ulama dan tokoh nasional yang tergabung dalam forum ijtima, salah satu kadernya disebut cocok jadi cawapres Prabowo, yaitu Salim Segaf Al-Jufri yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Syuro PKS. Dengan pernyataan SBY tadi, artinya ada kesempatan untuk Salim jadi cawapres Prabowo.

Nah, kalau Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan sih meminta PKS tidak berkukuh memaksakan pendamping Prabowo berdasarkan hasil rekomendasi ijtima ulama tadi. Zulkifli lebih legawa dengan menyerahkan cawapresnya kepada Prabowo sebagai user.

"Kita jangan kukuh-kukuhan, capres itu akan memilih pendampingnya dan pada akhirnya capres yang tentukan," kata Zulkifli, dilansir Antara.

Rekomendasi