“Kalau yang paling dominan adalah orang dan korporasinya kelihatan sama-sama ya maka akan dikenakan dua-duanya,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (1/8/2018).
Syarief menyebut, kalau dugaan korupsi hanya dilakukan oleh individu maka untuk korporasi tak akan diselidiki. Sebab, penyelidikan atas kasus korupsi tak boleh dipaksakan.
“Tapi kalau kelihatannya ini bukan kebijakan korporasi tapi kebijakan individu atau yang memimpin korporasi tersebut maka kita enggak boleh paksakan juga,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, KPK melakukan operasi tangkap tangan dan menangkap Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih di rumah Menteri Sosial Idrus Marham. Saat itu, Eni tengah menghadiri acara ulang tahun anak dari Idrus Marham.
Setelah gelar perkara selama 1x24 jam, KPK menetapkan Eni sebagai tersangka penerimaan suap terkait proyek PLTU-1 Riau. Suap itu diberikan oleh pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budistrisno Kotjo yang kemudian juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Dari operasi senyap ini, penyidik KPK juga mengamankan uang sebesar Rp500 juta yang diduga merupakan penerimaan keempat dan merupakan komitmen fee untuk Eni.
Selanjutnya sebagai pihak penerima, Eni kemudian disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak pemberi, Johannes disangkakan melanggar pasal melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.