ERA.id - Jaksa penuntut umum (JPU) menegur mantan karyawan yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Mohammad Faisol Amrullah yang menjadi saksi saat persidangan terdakwa mantan Presiden ACT, Ahyudin.
Faisol ditegur karena tidak bisa menjelaskan awal mula ACT bisa ditunjuk ahli waris atau keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 agar mendapat rekomendasi untuk mengelola bantuan sosial Boeing atau Boeing Community Investment Fund (BCIF).
"ACT tahu dari mana ada dana BCIF?" tanya jaksa.
"ACT tahu dana BCIF dari Mr. Feinberg," kata Faisol.
Feinberg dan Biros adalah administrator yang ditunjuk Boeing untuk menentukan dan mengawasi progam individual, proyek atau badan amal yang akan didanai BCIF. Untuk badan amal yang akan mengelola dana sosial Boeing, ditunjuk oleh ahli waris.
Faisol mengatakan ACT menerima email dari beberapa ahli waris untuk mengelola dana BCIF. Dia menerangkan awalnya ada dua ahli waris yang menunjuk ACT, lalu bertambah menjadi sembilan.
Faisol mengatakan Feinberg meminta agar ACT membuat sembilan proposal.
"Awalnya dua ahli waris. Tetapi Feinberg meminta ACT membuat sembilan proposal. Dua ditambah tujuh jadi sembilan. Itu dinilai Feinberg," kata Faisol.
JPU pun mencecar Faisol dan bertanya bagaimana ACT bisa berhubungan dengan keluarga korban jatuhnya Lion Air.
"Apakah memang masyarakat korban menghubungi ACT atau ACT yg menghubungi ahli waris korban?" tanya jaksa.
"Maksudnya bagaimana?" jawab saksi
"Yang menunjuk ini dari Feinberg juga atau ahli waris yang menunjuk ACT langsung atau ACT?" balas jaksa.
"Feinberg punya kewenangan mutlak untuk memutuskan dan formulir dari ahli waris…," timpal saksi.
Belum selesai Faisol berbicara, jaksa langsung menyela. JPU kembali menegaskan pertanyaannya, yakni mengapa jumlah ahli waris yang menunjuk ACT bisa bertambah.
"Iya, yang saya tanyakan kok bisa bertambah. Apakah ahli waris menunjuk ACT atau ACT yamg menghubungi ahli waris, atau Feinberg yang hubungi ACT, kan saksi yang berhubungan dengan Feinberg?" tanya jaksa.
"Ahli waris yang memilih ACT," jawab saksi.
"Tahu dari mana?" balas jaksa.
"Ada email," timpal Faisol.
Jaksa nampaknya kesal dengan jawaban Faisol. Mantan karyawan ACT ini pun diperingatkan bahwa telah disumpah sebelum persidangan.
"Saudara saksi saya ingatkan saudara saksi sudah disumpah sebelum persidangan. Bisa pastikan ahli waris yang menunjuk ACT atau bagaimana? Kalau tidak tahu bilang tidak tahu," kata jaksa.
"Saya tidak tahu," jawab Faisol.
"Yang berhubungan dengan Feinberg ada lagi tidak selain saksi?" balas JPU.
"Tidak ada," ucap Faisol.
"Email untuk berhubungan?" timpal jaksa.
"Email resmi saya dari ACT," jawab saksi.
Sebelumnya, ACT mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk mengelola dana santunan kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 ke ahli waris korban.
Awalnya, JPU menjelaskan The Boeing Company menyediakan dana santunan untuk 189 penumpang dan kru pesawat yang meninggal kepada ahli waris. Boeing menyediakan dana Boeing Financial Assitance Fund (BFAF) dan Boeing Community Invesment Fund (BCIF) dengan nilai masing-masing USD 25 juta.
Ahli waris korban menerima langsung dana BFAF USD 25 juta. Sementara dana Rp25 juta BCIF diperuntukkan sebagai bantuan finansial komunitas lokal. Namun BCIF tidak diterima langsung oleh ahli waris. Ahli waris harus menunjuk pihak ketiga atau yayasan amal bila ingin mencairkan dana BCIF tersebut.
Jaksa menjelaskan Boeing tidak menetapkan badan amal atau pihak ketiga yang akan mengelola dana tersebut. ACT pun meminta keluarga korban mengisi dan menandatangani formulir pengajuan yang dikirim ke Boeing agar dana BCIF bisa dicairkan kepada ACT. Dalam email tersebut, ACT meminta dana BCIF sebesar USD 144.500.
"Meminta keluarga korban untuk merekomendasikan yayasan ACT kepada pihak perusahaan Boeing yang mana kemudian keluarga korban diminta pihak yayasan ACT untuk menandatangani dan mengisi beberapa dokumen/formulir pengajuan, yang harus dikirim melalui email ke perusahaan Boeing, agar dana sosial/BCIF tersebut dapat dicairkan oleh pihak yayasan ACT dan dapat dikelola oleh yayasan ACT untuk pembangunan fasilitas sosial," ucap jaksa membacakan dakwaan Ahyudin, saat sidang di PN Jaksel, Selasa (15/11).