Otto datang ke Gedung Merah Putih KPK untuk menyampaikan surat pengunduran dirinya. Kala itu, Otto datang sendirian. Langkahnya mantap ketika masuk ke dalam untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Sebelum menyerahkan surat, Otto sempat memberikan keterangan kepada awak media.
"Saya sampaikan kepada teman-teman semuanya, terhitung tanggal kemarin dan berlakunya hari ini, maka saya tidak menjadi kuasa hukum Setya Novanto lagi. Dengan resmi, saya mengundurkan diri sebagai kuasa hukum beliau," ungkap Otto pada Jumat (8/12) lalu.
Mantan pengacara Jessica Wongso dalam kasus pembunuhan kopi sianida tersebut enggan membeberkan alasan pengunduran dirinya. Namun, ia menyebut ketidaksepahaman dengan Novanto menyebabkannya harus mundur.
"Saya bilang A, sedangkan menurut dia (Novanto) harus B. Atau dia bilang B tapi saya bilang A. Kan tidak cocok. Kalau tidak ada kesepakatan, ya saya bisa rugi dan dia bisa rugi juga," ungkapnya.
Tak berselang lama, Novanto harus menelan pil pahit lagi. Fredrich Yunadi yang selalu mendampingi dirinya juga mengikuti jejak Otto Hasibuan. Secara mengejutkan Fredrich menyatakan mundur dari tugasnya membela Setya Novanto.
"Untuk kasus yang disidik KPK di tangan rekan Maqdir, saya dan rekan Otto mengundurkan diri," ungkapnya, Jumat (8/12) lalu.
Advokat yang suka kemewahan ini tidak menyebutkan secara gamblang alasan dirinya mundur dari tim kuasa hukum Novanto. Ia hanya menganalogikan tidak bisa sebuah kapal dipimpin dua kapten sekaligus.
"Satu kapal tidak bisa dua kapten. Kalau dua kapten, ya tidak boleh. Karena bisa-bisa yang satu mau ke kanan, yang satu mau ke kiri, ya tenggelam. Begitu kan? Ya sudah kalau begitu kami mundur saja," ungkap Fredrich.
Fredrich sering memberikan komentar pedas terhadap KPK terkait pemeriksaan Novanto sebagai saksi, penetapan Novanto sebagai tersangka, dan yang terakhir saat lembaga antirasuah tersebut menyatakan bahwa berkas kliennya sudah lengkap dan siap dilimpahkan ke pengadilan.
Kala itu, Fredrich menyebut KPK tengah ketakutan dan kebakaran jenggot menghadapi praperadilan. Sehingga ia menilai pelimpahan berkas yang dilakukan KPK terkesan terburu-buru untuk menghindari praperadilan.
"Mereka (KPK) ketakutan, mereka kebakaran jenggot. Kalau tidak, kenapa mereka ketakutan begitu? Di sini bisa kami lihat seseorang yang takut itu akan mengupayakan segala cara untuk menghindari praperadilan," ujar Fredrich saat mendampingi kliennya di Gedung KPK, Rabu (6/12).
Kini, pertahanan Novanto dalam sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat akan dipimpin oleh 'kapten' Maqdir Ismail bersama Firman Wijaya dan tim yang berisi belasan orang. Sidang perdana Novanto akan dilaksanakan Rabu, (13/12) mendatang.
Maqdir sendiri terhitung baru bergabung sama tim kuasa hukum Novanto. Ia bergabung dalam tim tersebut saat proses penyidikan atas kliennya sudah selesai atau sekitar dua minggu yang lalu.
Maqdir enggan memberikan pernyataan lengkap terkait pengunduran diri kedua koleganya. Ia menjelaskan tidak ada konflik diantara dirinya, Otto, dan Fredrich.
"Sangat disayangkan mereka mundur. Karena mereka sudah ikut dari awal. Saya tidak merasa punya masalah dengan beliau berdua. Dengan Otto, saya ada pekerjaan yang kita lakukan sama-sama dan selama ini tidak ada masalah," katanya.
Maqdir mengaku siap menghadapi sidang perdana kasus korupsi KTP elektronik yang menjerat Setya Novanto. Ia bersama belasan timnya akan siap memberikan pembelaan terbaik dalam sidang yang akan dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Yanto.
"Saya dengan team siap untuk memberikan pembelaan terbaik. Insya Allah kami siap. Kita akan berikan pembelaan yg baik sesuai hukum," ungkapnya.
Setya Novanto yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar dan Ketua DPR RI menjadi tersangka dalam kasus pengadaan proyek KTP elektronik. Saat ini berkasnya pun sudah siap untuk disidangkan pada Rabu mendatang. Novanto diduga menjembatani korupsi massal proyek yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Ketika praktek korupsi tersebut berlangsung, Setya Novanto masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.