Novanto akan disidang dalam kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2017).
Jika sidang dakwaan dimulai maka sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gugur. Namun kuasa hukum Novanto, Ketut Mulya, menolak menyerah karena optimistis sidang praperadilan selesai sebelum sidang dakwaan kliennya dimulai.
"Hakim tadi kan bicara apakah ada manfaatnya. Nah kami kan tetap dalam posisi melindungi hak asasi. Seluruh warga Indonesia kan bukan hanya Pak Setnov. Nah dalam posisi ini apapun posisinya kami harus selesaikan praperadilan," ujar Ketut, di PN Jakara Selatan, Jumat (8/12/2017).
Ketut meminta hakim Kusno, hakim yang memimpin praperadilan Novanto, melanjutkan sidang praperadilan yang ditanganinnya. Tim kuasa hukum Novanto tidak akan mencabut gugatan praperadilan meski jadwal sidang dakwaan Novanto sudah keluar.
"Tidak, kami tidak akan mencabut praperadilan. Kami tidak akan mencabut. Kami hanya mohon diselesaikan, apapun putusannya. Itu independensi yang mulia hakim tunggal kan nanti memutuskan," ucap Ketut.
KPK menang selangkah
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap beradu bukti dan dasar hukum di sisa persidangan praperadilan. Salah satu dalil gugatan Novanto dalam gugatan praperadilan adalah penyidik yang memeriksa dirinya ilegal.
Namun KPK menilai dalil itu salah alamat. Menurut tim Biro Hukum KPK, hal di atas tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014. Oleh karena itu im Biro Hukum KPK meminta hakim menolak permohonan Setya Novanto.
"Maka dalil-dalil pemohon bukan lingkup pemeriksaan lembaga praperadilan. Karena sah tidaknya pengangkatan penyidik dan penyilidik pemohon bukan merupakan kewenangan praperadilan tapi kewenangan tata usaha negara," ujar Kepala Biro Hukum KPK, Setyadi, di PN Jaksel, (8/12/2017).
Sidang dakwaan yang akan berlangsung pada Rabu (13/12) membuat KPK menang satu langkah karena sidang putusan praperadilan Novanto akan berlangsung pada Kamis (14/12) atau Jumat (15/12), sesuai pernyataan hakim Kusno.
KPK optimistis sidang dakwaan kasus e-KTP akan berjalan sesuai jadwal, meski ada kekhawatiran Novanto tidak hadir pada sidang dakwaan perdana untuk mengulur waktu.
"Ya. Kalau menurut kami ketika hakim mengetuk palu persidangan dimulai menurut kami praperadilan sudah gugur," ujar Kabag Ligitasi, Biro Hukum KPK, Efi Laila di PN Jaksel (8/12/2017).
Berdasarkan UU No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya. Dengan demikian gugatan praperadilan yang diajukan Novanto akan gugur ketika sidang dakwaan dimulai.
Saran hakim
Hakim Kusno yang mengadili gugatan praperadilan Setya Novanto meminta kuasa hukum Novanto dan Biro Hukum KPK mencari jalan tengah. Bagi Kusno, sidang praperadilan akan sia-sia karena sudah ada pelimpahan berkas dan jadwal sidang dakwaan untuk Novanto.
"Apa kira-kira ada gunanya perkara ini kita lanjutkan sampai hari Rabu tanggal 13. Kalau tidak ada gunanya kira-kira jalan keluarnya apa," ujar Kusno.
Kusno menambahkan, satu-satunya cara untuk mengakhiri sidang praperadilan adalah gugatan dicabut pemohon. Jika tidak dicabut, sidang tetap berlanjut walaupun akan gugur di tengah perjalanan saat sidang dakwaan dimulai.
"Karena satu-satunya jalan untuk mengakhiri ini kalau seandainya mau dihentikan bukan penetapan pengadilan. Tapi inisiatif dari pemohon untuk mencabut itu," ucap Kusno.
Sidang praperadilan masih menyisakan agenda pemeriksaan saksi. Hakim Kusno menjadwalkan pemeriksaan saksi dari Novanto pada Senin (11/12) dan saksi dari KPK pada Selasa (12/12) serta Rabu (13/12).
Setya Novanto mengajukan praperadilan pada Rabu (15/11) lalu, setelah KPK menetapkannya kembali sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP. Praperadilan ini merupakan kali kedua untuk Novanto. Pada praperadilan pertama hakim Cepi Iskandar menggugurkan status tersangka Setya Novanto.
KPK menjerat Novanto dengan Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Novanto bersama Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto diduga ikut merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun dalam proyek pengadaan e-KTP.