Kapolda Sulawesi Barat, Brigjen Pol Baharudin Djafar menjelaskan, saat ini angka radikalisme di Sulawesi Barat mencapai angka 54 persen.
"Data menunjukkan, potensi radikalisme di Sulbar menunjukkan angka 54,5 persen. Angka ini sedang menuju kuat," katanya dalam Pelatihan Deradikalisasi bagi Generasi Milenial di D'Maleo Hotel, Mamuju, Senin (27/8/2018).
Pelatihan Deradikalisasi Bagi Generasi Milenial yang digelar Lembaga Pengembangan Wacana, Riset, Kemanusiaan dan Partisipasi Sosial serta Esensi Sulawesi Barat itu akan berlangsung selama dua hari, yakni 27-28 Agustus 2018.
Pelatihan tersebut diikuti sekitar 30 orang peserta dari berbagai organisasi pemuda berlatar belakang agama. Pada pelatihan yang mengangkat tema 'Rekonstruksi dan Inisiasi Peran Generasi Milenial Terhadap Penguatan Identitas Berbangsa dan Bernegara' itu, Kapolda memaparkan materi terkait eksplorasi potensi radikalisme di Sulawesi Barat.
Mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu mengatakan bahwa salah satu ciri-ciri teroris atau radikal atas nama agama, adalah kelompok yang sepakat menzolimi atau merugikan orang lain. "Tidak ada ajaran agama yang membenarkan menzolimi orang lain," ujarnya.
Ia menyebutkan, paham radikal bermula dari perilaku yang kerap kali menganggap orang lain tidak benar dan dialah yang paling benar. "Jadi radikalisme itu bermula dari paham walaupun belum ada tindakan, yang masuk lewat agama, budaya dan media sosial," tuturnya.
Salah satu potensi berkembangnya tindakan radikalisme di Sulbar lanjut Kapolda, karena daerah itu sebagai perlintasan yang berbatasan dengan tiga provinsi, yakni Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
"Untuk menangkal paham radikal, pendidikan dini anak harus dibenahi dengan baik, melalui peran orang tua, Kanwil Kemenag, FKUB, FKPT, termasuk kalangan generasi milenial," terang Baharudin Djafar.
Menurutnya, ada tujuh dimensi dalam menangkal radikalisme, di antaranya memperbaiki kesadaran hukum dan ketertiban, kesejahteraan dan kemakmuran, hankam, keadilan hukum dan sosial, kebebasan, profil keagamaan dan kearifan lokal.
"Sebagai kesimpulan, saya berharap, para peserta membawa kebaikan pulang dari tempat ini, jangan disia-siakan waktunya agar paham-paham radikal tidak tertular pada generasi kita," kata Baharudin Djafar