Perry dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR di Jakarta, Selasa, mengatakan keperkasaan dolar AS masih akan mempengaruhi pergerakkan nilai mata uang "Garuda" di tiga bulan terakhir tahun ini.
Hal itu karena ekspektasi pasar mengenai The Federal Reserve Bank Sentral AS yang akan menaikkan suku bunga acuannya pada September dan Oktober 2018.
"Namun 2019 karena kenaikan suku bunga acuan The Fed lebih rendah, tekanan terhadap kurs tidak akan seberat tahun ini," ujar Perry seperti diberitakan Antara, Selasa (4/9/2018).
Selain normalisasi kebijakan moneter The Fed, dinamika perang dagang global yang diinisiasi kebijakan Presiden AS Donald Trump juga akan menekan mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pasar keuangan domestik masih sangat rentan dengan sentimen negatif eksternal karena kepemilikan asing pada instrumen keuangan domestik, termasuk Surat Berharga Negara pemerintah yang masih cukup besar.
Tahun ini, Bank Sentral masih memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak empat kali. Dua kali kenaikan kebijakan suku bunga sudah dilakukan The Fed pada Maret 2018 dan Juni 2018. Masih ada dua kali lagi kenaikan suku bunga acuan The Fed dari level sekarang di 1,75-2 persen.
Perry menyebut pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang tahun sudah sebesar 7,8 persen (year to date/ytd). Namun, angka pelemahan itu masih jauh lebih baik dibanding negara-negara dengan kapasitas ekonomi serupa (peers) seperti Rupee India yang melemah 10,3 persen, Rand Afrika Selatan yang turun 15,9 persen, Real Brasil 20 persen, dan Lira Turki 42 persen.
Bank Sentral, kata Perry, akan tetap melakukan intervensi ganda di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk menahan pelemahan rupiah, selain opsi dengan menaikkan instrumen suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate".
"Kami terus lakukan upaya menjaga stabilitas rupiah. Kami telah menaikkan suku bunga kebijakan 125 basis poin. Ini dilakukan untuk naikkan imbal hasil aset dalam negeri," ujarnya.
Intervensi ganda dilakukan BI dengan menstabiliasi pasar valas agar likuiditas terjaga, dan membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas investor asing di pasar sekunder.
"Hari Jumat (31/8) di pasar SBN kami beli Rp4,1 triliun yang dijual oleh asing," ujarnya.
Nah, kalo prediksi ini dilihat dari tren ekonomi global yang jadi faktor eksternal terjunnya nilai tukar rupiah, maka tugas pemerintah sekarang adalah memastikan kebijakan ekonomi dalam negeri yang apik.