"Sudah diputus, kemarin. Dikabulkan permohonannya dan dikembalikan kepada undang-undang. Jadi itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu," kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi saat dikonfirmasi awak media, Jumat (14/9/2018).
Permohonan itu diputus pada Kamis, 13 September 2018, oleh majelis hakim yang terdiri dari tiga hakim agung, yaitu Irfan Fachrudin, Yodi Martono, dan Supandi. Melalui putusan itu, maka larangan mantan koruptor nyaleg dalam PKPU tersebut dibatalkan.
Menurut Suhadi, peraturan KPU dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan MK No. 71/PUU-XIV/2016, yang memperbolehkan mantan narapidana menjadi calon anggota legislatif, sepanjang yang bersangkutan mengumumkan kepada publik bahwa dirinya merupakan mantan terpidana.
"Jadi napi itu boleh mendaftar sebagai calon asal sesuai ketentuan undang-undang itu dan putusan MK," ujar Suhadi.
Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyebutkan:
“bakal calon DPR dan DPRD harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.” isi pasal tersebut.
Nah supaya kalian tahu, permohonan uji materi Peraturan KPU ini diajukan oleh 12 pemohon. Mereka memohon pengujian Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 huruf g Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 dan Pasal 60 huruf j Peraturan KPU No. 26 Tahun 2018 yang dinilai bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu.
Biar kamu tahu, peraturan KPU melarang mantan terpidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak, mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Atas keputusan KPU pun telah mencoret beberapa nama bakal calon anggota legislatif (bacaleg) yang merupakan mantan narapidana korupsi dalam daftar caleg sementara (DCS) di beberapa daerah.