KPK Hormati MA yang Bolehkan Eks Koruptor Nyaleg

| 14 Sep 2018 20:30
KPK Hormati MA yang Bolehkan Eks Koruptor <i>Nyaleg</i>
Juru bicara KPK Febri Diansyah (Tasya/era.id)
Jakarta, era.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membolehkan mantan narapidana koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Pemilu 2019.

Kendati demikian, KPK menyayangkan upaya yang telah dilakukan untuk mengurai angka korupsi dengan perbaikan pada unsur anggota dewan yang selama ini kerap terjerat kasus korupsi.

"Tentu KPK sebagai institusi penegak hukum mau tak mau harus menghormati institusi peradilan. Meskipun di awal, KPK sangat berharap adanya perbaikan yang sangat signifikan yang bisa dilakukan bersama-sama utk menyaring caleg agar tak terjadi lagi korupsi di DPR atau di DPRD," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (14/9/2018).

Febri menjelaskan, saat ini KPK tengah memproses memproses 146 anggota DPRD dan 70 anggota DPR yang dijerat karena korupsi. Angka itu juga bisa terus bertambah sepanjang adanya bukti yang cukup.

"Dengan fenomena ini harapan ke depannya, parlemen kita bisa lebih bersih sehingga bisa disaring sejak awal," ungkap Febri.

Selanjutnya, KPK akan semakin mencermati tuntutan pencabutan hak politik terhadap anggota dewan yang sudah divonis sebagai narapidana dalam kasus korupsi.

"Tetapi nanti kami akan lihat dulu apa yang bisa dilalukan ke depan. Yang pasti, KPK sesuai dengan kewenangannya akan semakin mencermati atau memperhatikan tuntutan pencabutan hak politik sepanjang memang sesuai fakta sidang dan kewenangan KPK," sambung Febri.

Nah supaya kalian tahu, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan gugatan peraturan KPU yang sebelumnya melarang mantan narapidana kasus koruptor mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dengan begitu, mantan napi koruptor akhir boleh nyaleg.

"Sudah diputus, kemarin. Dikabulkan permohonannya dan dikembalikan kepada undang-undang. Jadi itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu," kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi saat dikonfirmasi awak media, Jumat (14/9).

Adapun alasan MA mengabulkan permohonan itu dikarenakan, adanya sejumlah pasal di peraturan KPU yang bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Putusan MK No. 71/PUU-XIV/2016.

Rekomendasi