"Saya menerima keputusan hukum ini dengan kecewa, gerah dan jengkel. Bagaimana rumah keadilan memberikan keputusan yang terasa tidak adil bagi rakyat," kata Antoni saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (14/9/2018).
Meski aturan itu sudah diputus dan harus dijalankan, menurut Antoni, rakyat tetap harus cerdas memilih dan memilah partai politik, caleg yang antikorupsi dan melihat partai politik mana yang tidak menempatkan caleg eks napi koruptor dalam daftar caleg tetap (DCT) yang dikeluarkan oleh KPU nantinya.
Sementara itu, Sekjen PPP Arsul Sani menyebut kalau putusan Mahkamah Agung yang diketok pada Kamis (13/9) kemarin tak keliru. Sebab, PKPU tersebut memang telah menabrak aturan pemilu yang sebelumnya sudah ada.
Partai peserta Pemilu 2019 (era.id)
"Dari sisi hukum, tidak keliru karena memang PKPU-nya menabrak UU Pemilu. Sehingga tidak salah jika dinilai bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan dari sisi tertib hukum harus dinyatakan batal," ungkap Arsul.
"Meski dari sisi semangat pemberantasan korupsi tentu putusan ini akan dipertanyakan dan dikritisi oleh para penggiat anti korupsi," imbuhnya.
Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq juga menyayangkan sikap sejumlah parpol yang masih ngotot mengajukan mantan napi koruptor sebagai bakal calon legislatif di Pileg 2019. Namun, ia mengapresiasi keberanian KPU agar para mantan koruptor itu tak bisa kembali jadi wakil rakyat.
Baca Juga : Meski Eks Napi Korupsi, Taufik Tetap Bisa Nyaleg
"Saya menghargai keberanian dan kemauan kerasnya KPU dalam membuat para koruptor untuk tidak mencalonkan diri. Bagaimana pun demokrasi kita ke depan harus semakin berkualitas. Para legislatif harus bersih dari korupsi. Upaya KPU ini seharusnya dilakukan oleh parpol, tapi sayangnya parpol masih banyak yang ngotot eks koruptor masih bisa jadi caleg," ujar Rofiq.
Sebagai informasi, Mahkamah Agung akhirnya membatalkan peraturan KPU yang sebelumnya melarang mantan napi korupsi jadi caleg dalam Pileg 2019. Hal ini, disampaikan oleh Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi. Menurut Suhadi, uji materi ini diputuskan pada Kamis, (14/9).
"Sudah diputus, kemarin. Dikabulkan permohonannya dan dikembalikan kepada undang-undang. Jadi itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu," kata Suhadi saat dikonfirmasi awak media, Jumat (14/9/2018).
Baca Juga : Napi Pelecehan Anak Tak Lolos Jadi Caleg di Manggarai Barat
Aturan itu dibatalkan karena dinilai bertabrakan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi. Sehingga, setelah putusan ini disahkan, para mantan napi korupsi maupun kejahatan seperti bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak kini bisa kembali mendaftarkan diri sebagai caleg.