Dilansir dari Antara, Senin (1/10/2018), KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penyuapan terkait pengajuan PK pada PN Jakpus dengan tersangka Eddy Sindoro (ESI).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan, Lucas (Lcs) diduga telah menghindarkan tersangka Eddy Sindoro ketika yang bersangkutan ditangkap oleh otoritas Malaysia dan kemudian dideportasi kembali ke Indonesia.
"Lcs diduga berperan untuk tidak memasukkan tersangka ESI ke wilayah yurisdiksi Indonesia, melainkan dikeluarkan kembali ke luar negeri," kata Saut, saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (1/10/2018).
Terpisah, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penetapan tersangka ini sudah sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
"Kami melakukan sesuai hukum acara yang berlaku, pertama hukum acara yang berlaku kapan penyidikan dilakukan? Penyidikan dilakukan kalau sudah ada bukti permulaan yang cukup dan menurut tim tentu juga sudah dibahas dalam forum sesuai SOP di KPK," kata Febri.
Atas perbuatannya, Lucas disangkakan melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Ketika sudah ada bukti permulaan yang cukup dan fakta-faktanya juga sudah ditelusuri oleh tim tentu saja tidak ada alasan untuk memperlambat itu sehingga proses penyidikan Pasal 21-nya dilakukan," ucap Febri.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Hari ini, Lucas sudah diperiksa sejak pukul 13.00 WIB terkait proses penyidikan untuk tersangka Eddy Sindoro. Kemudian, setelah pemeriksaan sebagai saksi selesai, maka prosesnya diakhiri dan dilanjutkan dengan proses penyidikan yang baru menggunakan Pasal 21.
Menurut Febri, semua prosedur yang dibutuhkan terutama syarat dan kecukupan bukti sesuai hukum acara yang berlaku dan UU KPK itu sudah terpenuhi sehingga dilakukan penyidikan Pasal 21 dengan tersangka Lucas.
Lucas diduga telah menghindarkan tersangka Eddy Sindoro ketika yang bersangkutan ditangkap oleh otoritas Malaysia dan kemudian dideportasi kembali ke Indonesia. Lucas diduga berperan untuk tidak memasukkan tersangka Eddy Sindoro ke wilayah yurisdiksi Indonesia, melainkan dikeluarkan kembali ke luar negeri.
KPK pun mengimbau agar yang bersangkutan bersikap koperatif dengan proses hukum dan segera menyerahkan diri ke KPK. Eddy Sindoro diketahui sejak April 2016 sudah tidak lagi berada di Indonesia
KPK sudah menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka sejak November 2016 lalu. Eddy diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait dengan permohonan bantuan pengajuan Peninjauan Kemabali di PN Jakpus.
Atas perbuatannya tersebut, Eddy Sindoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam kasus terkait pengajuan PK pada PN Jakpus itu, KPK telah menetapkan tiga tersangka. Dua diantaranya telah divonis bersalah dan menjalani hukuman sesuai putusan Majelis Hakim masing-masing panitera sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno.
Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan adanya uang 50.000 dolar AS untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh mahkamah agung melawan PT First Media. Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy 50.000 dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna coklat.
Eddy Sindoro pernah bertemu dengan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK namun Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan.
Dalam kasus ini, Edy Nasution juga mengakui menerima 50.000 dolar AS dari Dody di mana uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo. KPK hingga saat ini juga masih melakukan penyelidikan terhadap Nurhadi.