Playing victim Ratna Sarumpaet ini berawal dari peristiwa sedot lemak di RSKB Bina Estetika, Menteng, Jakarta, 21 September lalu. Biasanya hasil kerjaan dari dr Sidik Setiamihardja ini tak pernah mengakibatkan mukanya jadi lebam-lebam seperti habis kena pukul. Ibu artis Atiqah Hasiholan ini mengaku sudah tiga kali memakai jasa dr Sidik.
Ratna kemudian memilih berbohong kepada anak dan keluarganya. Kebohongan yang terpaksa terus dia perbaharui karena informasi ini sudah sampai ke telinga koalisi Prabowo-Sandiaga. Diam-diam polisi bergerak cepat melakukan penyelidikan karena seandainya benar cerita Ratna itu, jelas tamparan keras buat Polri. Dan seperti yang kita tahu, polisi membongkar semua cerita khayalan --klaim Ratna bisikan dari setan.
Tak bisa berkelit lagi, Ratna 'terpaksa' membuat pengakuan.
Baca juga: Ratna Sarumpaet Salahkan Setan
Tim era.id berkesempatan meliput jalannya konferensi pers di rumah Ratna Sarumpaet, Jalan Kampung Melayu Kecil V/24, Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (3/10) kemarin sore, sekitar pukul 15.40 WIB.
Di dalam ruangan yang nampak seperti aula ini, puluhan karya Ratna terpajang rapih di beberapa sudut ruangan. Termasuk 46 artikel yang berbaris rapi mengisi dinding. Salah satu artikel pemberitaan berjudul Ini Dia Penggerak Aksi Mahasiswa, Ratna Sarumpaet (lagi-lagi dituduh Provokator).
Ada juga artikel dengan judul Ratna, Menolak Berhalus-Halus. Dalam artikel ini, Ratna sebagai sutradara teater secara sadar menjadikan teater sebagai alat perjuangan penegakan HAM dalam lakon Titik Terang Sidang Rakyat Dimulai pada tahun 2013.
Baca juga: Ada yang Salah dengan Rekening Ratna?
Konferensi Pers Ratna Surampaet. (Mery/era.id)
Puluhan artikel yang berbaris rapi itu seperti hendak menceritakan kepada yang membacanya, siapa sosok Ratna sebenarnya. Tim era.id terus mengamati satu per satu artikel-artikel ini, sampai akhrinya mata ini tertuju pada salah satu artikel saat Ratna menjadi sutradara dalam lakon teater berjudul Marsinah Menggugat: Nyanyian dari Bawah Tanah.
Baca Juga : Ridwan Kamil Ingin Ratna Sarumpaet Minta Maaf ke Warga Bandung
Artikel tentang kisah pejuang HAM dan penggerak buruh Indonesia, Marsinah, memang sangat mendominasi tembok kediaman Ratna. Marsinah adalah seorang aktivis dan buruh pabrik jaman Pemerintahan Orde Baru. Ia berkerja pada PT Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik dan kemudian ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari.
Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong, Desa Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat. Dua orang yang terlibat dalam autopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk, Haryono dan Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Prof. Dr. Haroen Atmodirono menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.
Marsinah (Foto: Istimewa)
Berbanding terbalik dengan kisah heroik Marsinah yang dianiaya karena menyuarakan hak-hak rakyat tertindas, Ratna justru berbohong dengan drama penganiyaan. Kala itu, dia berulang kali meminta maaf atas kebodohan yang diperbuatnya tersebut.
"Saya memita maaf pada semua pihak yg selama ini saya kritik dan kali ini berbalik ke saya. Kali ini saya pencipta hoaks terbaik ternyata, menghebohkan semua negeri. Mari kita ambil pelajaran dan bangsa kita ini dalam keadaan tidak baik, seperti yang saya lakukan ini mari kita hentikan," ungkap Ratna.
Padahal track record Ratna sebagai aktivis HAM sudah cukup dikenal publik. Terlebih saat dirinya vokal mendukung dan menyuarakan reformasi Indonesia pada 1998. Ratna mengorganisasi hampir 50 LSM untuk bersatu melawan Soeharto. Ia menjadi motor penggerak Aliansi Pro Demokrasi untuk menuntut rezim Soeharto mundur.
Dia juga sempat mendirikan Ratna Sarumpaet Crisis Center yang fokus melakukan advokasi terhadap mereka-mereka yang dirampas haknya. Ratna juga banyak terlibat dalam demonstrasi menuntut diadilinya koruptor, penindas rakyat, dan pengusaha yang sewenang-wenang kepada rakyat.
Sebagai seorang seniman dan penulis, Ratna juga banyak menciptakan karya yang mengangkat tema tentang kemanusiaan, perlawanan terhadap kekerasan wanita, dan kebebasan berpendapat serta berserikat. Karyanya yang paling terkenal adalah monolog Marsinah Menggugat yang di dalamnya mengkritik habis-habisan penanganan kasus Marsinah di era Orde Baru.
Presiden ke-2 RI Soeharto saat itu langsung bertindak dengan melarang Ratna maupun kelompoknya pentas. Akhirnya, pentas teater monolog tersebut terpaksa batal.
Tak berhenti sampai di situ, karya Ratna tetap berlanjut hingga saat ini. Bertindak sebagai sutradara sekaligus aktor, Ratna menggelar lakon tentang kebohongannya sendiri. Dua hari Ratna membuat gempar Tanah Air di tengah bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Palu-Donggala, Sulawesi Tengah. Perannya sebagai orang yang teraniaya berhasil menguras emosi publik.
Ratna Sarumpaet. (Mahesa/era.id)