"Delapan orang terdiri tujuh warga negara asing dan satu warga lokal ditangkap dalam operasi di Perlis, Kuala Lumpur dan Johor," ujar Kepala PDRM, Irjen Tan Sri Dato' Sri Mohamad Fuzi Bin Harun dilansir Antara, Sabtu (6/10/2018).
Fuzi mengatakan, delapan orang itu terdiri dari pelajar, bekas pelajar dan bekas tenaga pengajar. Mereka ditangkap pada 24 September 2018 karena diduga terlibat dalam tindakan yang mengganggu ketentraman umum yang mempunyai hubungan dengan sebuah pusat pengajian Islam di Perlis.
Penangkapan tersebut, ujar Fuzi, sebagai tindak lanjut dari laporan intelijen polisi tentang usaha sebuah kelompok teroris yang menganut ideologi salafi jihadi di Yaman untuk mengembangkan pusat pengajian Islam di Asia Tenggara guna mengembangkan paham jihadi salafi.
Dia menambahkan, penyelidikan menyimpulkan, mereka mempunyai hubungan dengan sebuah madrasah di Dammaj, Yaman, yang dipimpin Syeikh Muqbil Bin Hadi Al Wadi'i seorang tokoh salafi jihadi ekstrem.
"Madrasah di Yaman tersebut menghalalkan pembunuhan orang bukan Islam dan orang Islam yang tidak sealiran dengan mereka dianggap kafir serta melabelkan demokrasi sebagai toghut atau tidak mengikuti hukum Allah," katanya.
Fuzi mengatakan, para pelaku yang ditangkap mengaku menolak sistem demokrasi dan menganut faham ekstrem. Di antaranya, laki-laki dan wanita diharamkan memakai pakaian luar berupa celana, mendakwah pengajian sekular di Institusi Pengajian Tinggi Umum dan Swasta adalah haram.
Kemudian tidak dibenarkan bekerja karena terdapat percampuran laki-laki dan wanita serta melabelkan umat Islam lain yang menjalankan perkara-perkara tersebut sebagai bid'ah serta keluar dari Islam.
"Buku-buku yang dirampas dari pelaku kebanyakan ditulis oleh tokoh-tokoh salafi jihadi," katanya.
Fuzi mengatakan, pada penangkapan pertama terdapat lima orang di Perlis yang berasal dari sebuah negara di Eropa dan sebuah negara di benua Amerika.
"Tangkapan kedua di Kuala Lumpur melibatkan seorang pelaku dari sebuah negara di Timur Tengah sedangkan penangkapan ketiga di Muar Johor melibatkan seorang warga Malaysia berusia 32 tahun," katanya.
Dia menerangkan, ini bukan yang pertama kali elemen-elemen salafi jihadi menggunakan Malaysia sebagai basis penyebaran ideologinya.
"Modus operandi yang sama pernah digunakan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Bashir, Jemaah Islamiah yang memasuki Malaysia pada 1985 dan mendirikan Pusat Pengajian Islam di Negeri Sembilan dan Johor," katanya.