Saatnya Jakarta Mandiri Kelola Sampah

| 23 Oct 2018 06:38
Saatnya Jakarta Mandiri Kelola Sampah
Sampah (FOTO: era.id)
Jakarta, era.id - Kisruh pengelolaan sampah antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi telah

menemui sedikit titik terang. Kedua kepala daerah telah bertemu, meski belum mencapai solusi apapun. Barangkali, ini waktunya Ibu Kota kelola sampahnya sendiri. Lagipula, apa manfaat dari keributan soal sampah ini, kecuali membuka mata untuk melihat manfaat dari pengelolaan sampah itu sendiri?

Pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Habdy Lubis memberi saran kepada Pemprov DKI untuk mulai membangun tempat pengolahan sampah dan mengelola sampahnya sendiri. Bukan apa-apa, menurut Rissalwan, sesampah-sampahnya sampah, sampah tetap memiliki nilai manfaat dan berpotensi mendatangkan pendapatan buat daerah.

Apalagi, saat ini sudah ada teknologi yang mampu mengonversi segala jenis sampah menjadi sumber energi listrik. Jika terkelola dengan

baik, sumber energi listrik itu bisa dimanfaatkan sebagai pemasukan daerah dengan menjualnya ke pihak-pihak yang membutuhkan. Ke Perusahaan Listrik Negara (PLN), misalnya.

"Alat itu tidak membutuhkan banyak ruang seperti Bantargebang, Bekasi. Contoh daerah yang bisa dijadikan tempat pengelolaan sampah, mungkin pulau reklamasi yang tengah disegel, atau tempat lain di Jakarta yang bisa diolah dari jalur hijau tapi dikombinasikan untuk tempat pengelolaan sampah itu," kata Rissalwan seperti ditulis Antara, Senin (22/10/2018).

Memang, sudah bukan zamannya lagi ribut-ribut soal sampah. Sebab, belahan dunia yang lain kini telah bergerak memanfaatkan sampah menjadi berbagai hal. Dan soal konversi sampah jadi listrik, negara macam Denmark, Swiss, Amerika Serikat, dan Prancis adalah yang terdepan. Di Denmark, 54 persen sampah nasional bahkan telah dikonversi menjadi energi listrik.

Konversi thermal

Dikutip dari environment-indonesia.com, proses konversi sampah menjadi energi listrik sejatinya cukup sederhana. Jadi, sampah dibakar hingga menghasilkan panas (konversi thermal). Kemudian, dengan bantuan boiler, panas dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi uap. Lalu, uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin yang dihubungkan ke generator dengan bantuan poros. Nah, generator itulah yang nanti menghasilkan listrik dan mengalirkannya.

Konversi thermal adalah proses mengubah panas menjadi energi. Seperti yang dijelaskan di atas, misalnya. Nah, konversi thermal ini bisa dilakukan lewat beberapa cara, mulai dari insinerasi, pirolisa, hingga gasifikasi. Insinerasi adalah proses oksidasi bahan organik menjadi bahan anorganik. Proses yang terjadi dalam insinerasi sendiri adalah reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen.

Pada umumnya, proses konversi sampah menjadi listrik yang paling banyak digunakan adalah insenerasi. Jadi, biasanya sampah dibongkar dari truk pengangkut dan dimasukkan ke inserator. Di dalam inserator, sampah dibakar, proses konversi pun dilakukan. Dan memang, pengelolaan sampah lewat metode insenerasi dianggap lebih menguntungkan.

Bayangkan, dengan mengelola sampah jadi energi, Ibu Kota enggak cuma mengatasi masalah polusi, tapi juga mendapatkan keuntungan finansial untuk daerah. Sebab selain bisa menjual energi listrik ke PLN, Ibu Kota juga menghemat lewat menghasilkan energi berbahan bakar gratis. Coba saja, sebagai ilustrasi, 100.000 ton sampah sebanding dengan 10.000 ton batu bara.

 

Moga-moga Desember

Soal ini, Pemprov DKI Jakarta bukannya enggak paham. Menurut Anies, Pemprov DKI sedang menuju ke sana. Katanya, fasilitas pengelolaan sampah Intermediate Treatment Facility (ITF) di Sunter, Jakarta Utara segera dibangun pada Desember 2018. 

"Jadi, Insyaallah bulan Desember akhir tahun kita bisa groundbreaking ITF di Sunter. Mudah-mudahan nanti bisa mengelola kapasitasnya 2.200 ton perhari. Jadi harapannya sebagian kita akan mulai," kata Anies.

Anies bilang, pengelolaan sampah terpadu ini nantinya akan jadi alternatif pembuangan sampah Ibu Kota selain Bantargebang. Hal ini tentu penting, sebab beban yang ditanggung TPST Bantargebang enggak main-main. Dalam sehari, rata-rata TPST Bantargebang menampung tujuh ribu ton sampah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Isnawa Adji menegaskan, langkah ini dilakukan secara serius oleh pihaknya. Dia bilang, peletakan batu pertama ITF yang akan dilakukan pada bulan Desember itu akan jadi kepastian dari langkah ini. Dari pembangunan ITF Sunter, pemprov menargetkan 35 megawatt tenaga listrik hasil dari pengelolaan sampah sebanyak 2.200 ton per hari.

"Kita akan bangun tiga atau empat. Kita belum tahu, masih ada kajian itu. Tetapi, harus punya. Enggak mungkin cuma punya satu. Singapura saja sekecil itu sudah punya lima. Di dalam Kota Tokyo ada 23, walaupun kisarannya ada yang 200 ton, ada yang 500 ton, tapi mereka sudah demikian," ujar Isnawa.

Rekomendasi