Ia berpendapat tim sukses akan terus menjadi beban bagi para kepala daerah, lantaran jadi upaya balas jasa karena telah memenangkannya hingga menjabat sebagai kepala daerah.
"Ada piutang piutang politik yang terus membebani kepala daerah mulai dari dia dilantik sampai dengan akhirnya. Itu bisa ada dimana saja, mungkin dari pihak masyarakat atau sebagainya, praktek yang dimaini oleh kita (sebut) timses itu tidak berhenti disitu saja. Justru dalam banyak hal mereka seringkali menjadi agent menjadi operator," kata Akmal, saat ditemui di Cikini, Menteng, Jakarta, Sabtu (27/10/2018).
"Saya katakan ada faktor integritas kandidat, kandidat ini juga kan manusia biasa, ketika terus didorong dia juga akan lemah, itu yang saya katakan. Mungkin pengawasan oleh masyarakat, aparat penegak hukum menjadi hal yang sangat penting kedepan untuk mengawal kinerja kepala daerah," sambungnya.
Menurut Akmal, ada dua modus yang biasa jadi mainan para timses setelah kelapa daerah yang mereka usung terpilih. Pertama, ketika daerah tidak memiliki sumber daya perizinam, maka APND atau jabatan yang akan jadi jualan.
"Kita melihat ada dua modus tadi kan sudah dikatakan semua ada cost politik yang tinggi. Ketika daerah tak memiliki sumber daya perizinan, biasanya mereka bermain di APBD atau mereka jual jabatan," katanya.
Akmal menilai, tak sedikit kepala daerah yang ingin melakulan perizinan dengan baik, namun piutang politik ini yang menjadi kendala. Mahalnya biaya politik, mengharuskan kepala daerah melakulan piutang politik.
"Saya katakan sebetulnya kita paham kepala derah ingin melaksanakan perizinan dengan baik. Tetapi seringkali dia punya piutang , mau bayar pakai apa?," jelasnya.
"Dana yang masuk dari pusat tarulah Rp1 triliun ditransfer ke daerah, apakah di kasnya ada Rp1 triliun? tidak, karena ada sistem akuntabilitas kita mengatakn, oke uang kita adakan ketika anda membuat pertanggungjawaban, nah ketika mereka membutuhkan dana dan dana tidak tersedia yang paling mudah ya udah itu (korupsi)," tegasnya.
Menyadari hal ini, kata Akmal, Kemendagri sudah membuat sistem yang akan membuat kepala daerah dapat bekerja dengan tenang. "Untuk itu kita katakan kita sudah membentuk sistem, sistem kita sudah ada, kita berharap kepala daerah bisa bekerja dengan tenang setelah dia terpilih," ucapnya.
"Saya katakan memang konsekuensi elektoral demokrasi itu mereka butuh tim, tetapi ini yang menurut saya belum diatur secara jelas, bagaimana peran mereka," tuturnya.