Menurut Karding, maksud ungkapan Jokowi jelas, bahwa ia mengimbau seluruh pemimpin negeri untuk disiplin menata perilakunya. "Itu sih saya kira menyindir pada semua pemimpin," ungkap Karding saat dihubungi wartawan, Kamis (8/11/2018).
"Agar dalam memimpin itu, di era sekarang ini tidak boleh galak, tidak boleh temperamen, tidak boleh grusa-grusu, tidak boleh bercanda dengan candaan tentang fisik, tentang agama, tentang warna kulit, dan lainnya," tambah Karding.
Selain itu, menurut Karding, pidato Jokowi itu juga menyiratkan ajakan agar rakyat dapat memilih pemimpin yang tak emosional. Apalagi Indonesia dikenal sebagai negara yang ramah. Makanya, untuk memilih pemimpin, rakyat Indonesia harus mencari pemimpin yang jauh dari sifat tempramental tinggi.
"Zaman sekarang rakyat harus dipimpin dengan komunikasi politik yang baik. Dengan kerja-kerja yang baik dan rakyat kita harus dianggap sebagai mitra kita. Sebagai sahabat, sebagai bagian kehidupan kita itulah yang disebut kolaborasi antara pemimpin dan rakyat," ungkap Ketua DPP PKB ini.
"Jadi sudah harus hijrah dari marah-marah ke sabar. Butuh kesabaran bagi pemimpin bangsa yang besar ini. Tidak perlu pesimis, optimisme harus kita bangun dan itu saya kira jadi bagian penting," tambahnya.
Karding juga menyebut, kepimpinan itu tak perlu dilandasi dengan hal-hal emosional. Baginya, yang terpenting adalah seorang pemimpin itu harus ramah namun tegas visi dan misinya.
"Jangan cari pemimpin atau pilih pemimpin yang track record-nya suka marah, lempar hape, pukul meja, dan lainnya. Enggak boleh itu. Sekarang ini, sekali lagi harus kepemimpinan yang ramah, kepemimpinan yang sabar tapi visinya jelas, authority-nya tegas," jelasnya.
Sebelumnya, singgungan soal sosok pemimpin yang tegas tanpa marah-marah itu disampaikan Jokowi di depan ratusan caleg DPR RI Partai Hanura.
"Saya senang tegas tapi enggak suka marah-marah. Karena ada yang bilangnya tegas tapi suka marah-marah," ungkap Jokowi di Hotel Discovery Ancol, Jakarta Utara, Rabu (7/11).
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga menyebut, Indonesia saat ini membutuhkan sosok pemimpin yang tegas dan mampu mendengarkan aspirasi masyarakat. Namun, ia menekankan kalau tegas yang dimaksud bukanlah dengan bertindak secara otoriter.
"Negara kita membutuhkan pemimpin yang mau mendengar tapi sekaligus tegas. Mendengar aspirasi rakyat mendengar suara rakyat kemudian berani dan tegas dalam membuat kebijakan dan tegas dalam bertindak tapi tegas itu tidak sama dengan otoriter," ungkap Jokowi.