Memaknai Istilah Buta dan Budek dari Ma'ruf Amin

| 12 Nov 2018 10:29
Memaknai Istilah Buta dan Budek dari Ma'ruf Amin
Cawapres nomor urut 01 Maruf Amin. (Wardhany/era.id)
Jakarta, era.id - Setelah capres 01 Joko Widodo menyindir elite yang hobi menyebar ketakutan dengan sebutan politik genderuwo, kini giliran cawapres nomor urut 01 Ma'ruf Amin yang ikut menyebut orang yang tak akui kinerja baik dari pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai orang yang buta dan yang budek. 

Pernyataan buta dan budek itu merujuk kepada orang-orang yang tidak mau mengakui prestasi dari pemerintah. Sebab, prestasi pemerintah, di era Jokowi, sangat banyak. Tidak hanya soal pembangunan infrastruktur, tapi juga program lain, Seperti, Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) serta beragam program unggulan pemerintah lainnya.

"Itu sudah jelas bisa dilihat dan didengar. Jadi kalau ada yang menafikan, tak mau melihat kenyataan itu, tak mau mendengar kenyataan itu, kan jadinya seperti orang buta, kayak orang budek, yang tak mau melihat kenyataan, mendengar informasi soal prestasi itu," kata Ma'ruf Amin di kediamannya, Sabtu (10/11/2018).

Mantan Rais Aam PBNU itu juga menyebutkan, kalau ia tidak menyindir atau menghina siapapun dengan bahasa tadi. Sebab, ia hanya berniat untuk mengingatkan masyarakat dan mengambil istilah tersebut dari Alquran.

"Saya cuma bilang, kalau ada yang yang menafikan kenyataan, yang tak mendengar dan melihat prestasi, nah sepertinya orang itu yang dalam Alquran disebut summun, bukmun, umyun, budek, bisu, dan tuli," ungkapnya.

"Saya tak menuduh siapapun," sambung Ma'ruf.

Dia pun bingung, karena ada pihak yang tersinggung dengan kalimat ini. Padahal, ia mengaku tak menyindir siapapun.

"Jadi itu bahasa 'kalau' ya. Saya tak menuduh orang, atau siapa-siapa. Saya heran, kenapa jadi ada yang tersinggung. Tak menuduh dia kok, kecuali, kalau saya menuduh, kamu itu (pelakunya), nah baru itu (masalah). Jadi tak ada yang salah dengan kalimat itu," ujarnya.

Kubu Jokowi ajak oposisi berpikir positif

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding menegaskan, pernyataan Ma'ruf merupakan kata kiasan yang sangat biasa dalam keseharian.

"Artinya kiai Ma'ruf mendorong semua pihak termasuk oposisi itu bisa berfikir dan bersikap obyektif," kata Karding.

Ketua DPP PKB itu mengajak pihak oposisi maupun masyarakat yang mendukung oposisi, untuk mengakui kinerja Presiden Jokowi yang berhasil menurunkan angka kemiskinan, dan ketimpangan sosial, serta meningkatkan pembangunan infrastruktur.

"Katakan yang ada itu ya ada, yang tidak ada ya tidak ada. Katakan yang benar itu benar dan yang tidak benar ya tidak benar," ungkapnya.

Sementara, menurut Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Raja Juli Antoni mengatakan, Ma'ruf mengutip kalimat itu dari Surat Al-Baqarah ayat 18. Maksudnya menggunakan kalimat ini karena ini adalah bahasa yang biasa dipergunakan santri sehari-hari untuk mendeskripsikan orang-orang tidak mau menerima kebenaran mesti sudah berulang-ulang kali sudah didakwahkan.

Toni juga menyebut, ayat ini dalam konteks saat ini tepat untuk menggambarkan orang-orang yang tidak menerima fakta keberhasilan pembangunan yang dilakukan Jokowi, bahkan tepat bagi mereka memanipulasi data hanya untuk mencerca dan mendelegitimasi pemerintah.

Sekjen PSI ini juga menyebut, tak ada niatan Ma'ruf Amin untuk menyakiti perasaan kaum difabel. Sebab, jelas yang dimaksud oleh cawapres nomor urut 01 itu adalah orang yang buta dan budek dalam konteks berpolitik.

"Mereka adalah orang yang tidak punya kemampuan melihat dan mendengar secara sosial-politik karena nafsu politik yang terlalu tinggi," tutupnya.

Rekomendasi