Berhari-hari Sayati mondar-mandir RS Polri untuk memberikan data antemortem yang diminta kepolisian. Mulai dari sampel DNA hingga rekam medis gigi ia berikan. Tetapi Sayati kebingungan ketika tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri meminta foto korban yang menunjukkan gigi.
"Foto almarhum, kita sudah ngasih foto yang senyum. Ditanya foto ketawa enggak ada. Ternyata ada video almarhum pas ngaji. Saya kirimin deh ke RS," jelas Sayati sambil menahan tangis.
Dianah yang baru berusia 15 tahun itu, bekerja di PT Panca Buana Cahaya selama tiga minggu. Sayati sempat melarang anaknya bekerja, namun Dianah memaksa ingin mencari penghasilan sendiri. Sayati harus merelakan keinginan anaknya yang berujung maut.
"Dia ijin (kerja) tapi enggak saya kasih. Dia maksa pengen kerja," lanjut Sayati.
Selama ini, orangtua melihat Dianah adalah anak yang pendiam namun jarang mengeluh, termasuk soal pekerjaannya. Sebelum bekerja pun, kegiatan Dianah hanya diisi dengan bermain bersama teman sebayanya. Selain itu, Dianah juga termasuk anak yang religius. Meski bermain di sore hari, malam hari ia tetap tak lupa mengaji.
"Dia mainnya enggak terlalu jauh, paling di rumah, malam ngaji," kenang Sayati.
Hingga hari ini (3/11/2017), sudah 35 dari 49 kantong jenazah yang berhasil diidentifikasi RS Polri Kramat Jati. Tim DVI masih bekerja keras mengidentifikasi 14 kantong jenazah. Pihak kepolisian sempat mengonfirmasi akan melakukan pemakaman massal jika korban benar-benar tidak dapat teridentifikasi. Namun polisi optimistis semua kantong jenazah akan teridentifikasi.