Hasto bilang, untuk kepentingan kampanye, PDIP memakai sistem gotong royong sambil tetap memastikan akuntabilitasnya lewat audit independen dan sesuai undang-undang, dana bantuan parpol dari APBN itu dipakai untuk pembiayaan pendidikan politik.
"Kami punya sekolah kepala daerah. Seluruh caleg, bukan hanya mengikuti psikotes, tapi juga mengikuti sekolah partai. Itu dana APBN yang dipakai," kata Hasto di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018).
Sedangkan untuk dana kampanye pemilu, PDIP memakai sejumlah sumber dan salah satunya adalah iuran anggota. Hasto juga menyebut, partai berlambang banteng itu adalah parpol pertama yang punya rekening gotong royong yang diaudit akuntan publik.
Sumber kedua adalah caleg yang bergotong royong. Dana para caleg itu dikelola sendiri dan semua harus dilaporkan kepada partai untuk kemudian dilaporkan ke KPU. Selanjutnya, dana dari PDIP yang diperoleh dengan bergotong royong.
Kata Hasto, gotong royong adalah tradisi partainya. Sebagai contoh, di Pilgub Jawa Tengah, demi memenangkan cagub Ganjar Pranowo, Wakil Ketua DPR Utut Adianto menyumbang Rp150 juta untuk kampanye pemenangan.
"Ini model yang kami bangun, sehingga beban tak hanya di calon kepala daerah atau caleg saja, tapi kita pikul bersama-sama. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul," ungkap Hasto.
"Di pilpres kami juga gotong royong. Contoh kami ke daerah. Safari politik misalnya. Ini kan gotong royong. Di situ itu yang kami kampanyekan adalah Pak Jokowi-Kiai Ma'ruf juga," tutupnya.