Depok, era.id - Video aksi penjarahan yang dilakukan sekelompok anak muda di toko baju Fernando, Jalan Sentosa, Depok, viral di media sosial. Dengan menggunakan senjata tajam, mereka menakuti karyawan toko yang sedang bekerja dan menjarah puluhan pakaian di toko tersebut.
Bermodal rekaman kamera CCTV, Polresta Depok langsung melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap 26 orang yang terlibat penjarahan itu. Setelah itu, Polresta Depok menetapkan delapan tersangka, tiga di antaranya adalah perempuan. Bahkan, empat dari delapan tersangka itu positif mengomsumsi narkoba.
"Dari tujuh orang ini, yang usianya di bawah 18 tahun ada empat orang, yang tiga orang usianya di atas 18 tahun," ujar Kapolresta Depok, AKBP Didik Sugiarto, saat press release di kantor Polresta Depok, Selasa (26/12/2017).
Didik menjelaskan, anggota geng itu kerap konvoi dengan sepeda motor serta membawa senjata tajam. Kemudian, mereka melakukan tindakan kriminal seperti penjarahan hingga tawuran dan memilih target sasaran secara acak. Belakangan, diketahui kelompok ini gabungan dari geng bernama Jepang, RBR, dan Matador.
"Ketika ada sasaran yang berada di tempat sepi, maka akan dijadikan target," kata Didik.
Untuk penjarahan ini, kelompok tersebut sudah membagi tugas dan peran masing-masing dalam bertindak. Ada yang berperan masuk ke dalam toko dan menjarah, ada yang bertugas menunggu di motor, hingga ada yang menerima hasil jarahan.
"Nanti, hasil dari kejahatan itu dibagikan kepada anggota yang terlibat, dan sebagian ternyata disiapkan untuk bingkisan atau suvernir ketika komunitas ini mengundang komunitas lain yang akan bergabung," ucap Didik.
Delapan tersangka yang ditangkap akan dijerat pasal 365 KUHP atau 368 KUHP. Mereka diancam pidana sembilan tahun penjara.
Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menjelaskan, ada beberapa faktor yang mendorong anak bergabung dalam gangster atau kelompok kriminal. Faktor pertama adalah latar belakang anak yang berasal dari keluarga menengah ke bawah dan kurangnya aktivitas produktif yang dilakukan anak-anak tersebut karena putus sekolah.
"Ini yang mungkin kemudian membuat mereka bergabung bersama-sama dan melakukan aktivitas tidak produktif juga," kata Devie.
Faktor ketiga, ucap Devie, lingkungan yang tidak memberikan ruang apresiasi dan kreativitas. Sehingga, ketika ada kelompok kecil yang mampu memberikan rasa kepemimpinan meski ke arah negatif, maka itu akan dijadikan panutan. Menurutnya, untuk mengantisipasi kegiatan kelompok seperti ini tidak melakukan tindakan kriminal, maka perlu dilakukan beberapa hal, utamanya adalah pengawasan orang terdekat.
"Orang tua tidak boleh cuek dengan apapun yang dilakukan anak-anak, kami harus tetap tegas memastikan aktivitas anak-anak kita itu masih dalam batas yang wajar," ungkap Devie.
Kemudian, ketika ada sekelompok anak yang masih berkumpul di atas jam malam, sudah semestinya pimpinan di lingkungan seperti RT atau RW menindak dan memastikan mereka kembali ke rumah masing-masing. Dengan peristiwa yang terjadi di Jalan Sentosa, Depok, Devie berharap bisa menjadi peringatan semua pihak untuk membanti memberikan informasi pada kepolisian agar dilakukan pencegahan dan cepat diambil tindakan.
"Jadi warga bisa membuat beragam cara, seperti membuat keompetisi olahraga, kompetisi seni, selalu berhasil untuk membuat anak muda yang kebingungan mengekspresikan minat dan bakatnya, untuk akhirnya berada di dalam gang yang benar dan melakukan hal yang positif," tutup Devie. (Gede)