Hasil penelusuran dengan menggunakan mesin AIS oleh Sub Direktorat Pengendalian Konten Internet Direktorat Pengendalian Ditjen Aplikasi Informatika, mengidentifikasi jumlah konten hoaks terbanyak ditemukan pada bulan Desember 2018, sebanyak 18 konten hoaks. [selengkapnya terlampir]
"Pada bulan Agustus 2018 ditemukan sebanyak 11 konten hoaks. Bulan September 2018 terdapat 8 konten. Oktober 2018 terdapat 12 konten. November 2018 sebanyak 13 konten hoaks," kata Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu dilansir dari laman resmi Kominfo, Kamis (3/1/2019).
Selama ini Kementerian Kominfo merilis informasi mengenai klarifikasi dan konten yang terindikasi hoaks melalui portal kominfo.go.id dan stophoax.id. Kementerian Kominfo mengajak seluruh masyarakat untuk melakukan pengecekan dan penyaringan dulu sebelum menyebarkan informasi yang belum dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Sementara itu, dilansir dari Antara, penegakan hukum bagi penyebar berita bohong sangat penting untuk menimbulkan efek jera dan menangkal hoaks.
"Selain itu, penegakan regulasi bagi para penyebar hoaks juga penting untuk menertibkan ruang publik dari sampah informasi," kata dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Edi Santoso.
Kendati demikian, kata dia, ada hal yang harus menjadi perhatian, yaitu penegakan hukum jangan sampai memunculkan rasa takut bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat. Untuk menangkal hoaks, mmenurut Edi, pemerintah juga perlu mendukung gerakan sipil untuk pencerdasan khalayak melalui program-program literasi media.
"Khususnya dalam konteks pemilu, perlu sanksi yang tegas bagi pihak yang terbukti ikut menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian, mengingat ancaman hoaks dan ujaran kebencian sangat serius bagi persatuan bangsa," katanya.
Penyebaran berita bohong dikhawatirkan akan terus mewarnai momen kampanye pemilu apabila masyarakat memiliki tingkat literasi media dan budaya baca yang rendah.
"Era digital memberi informasi yang berlimpah. Jika tak dibarengi daya literasi, akan membuat hanyut, tak kuasa memilah, mana informasi yang actual? Mana yang fiksional? Mana yang nyata? Mana yang rekaan?" katanya.
Penyebaran berita bohong pada tahun politik menjelang pemilu anggota legislatif dan Pilpres 2019, kata dia, dikhawatirkan akan makin marak.
"Dari sisi politik, kampanye yang bertabur hoaks dikhawatirkan mengancam persatuan dan kesatuan. Untuk itu, diperlukan penegakan hukum dan peningkatan program literasi media bagi masyarakat," ujar dia.