Prosesi adat dimulai dengan wilujengan kenduri, Senin, 6 November 2017 pukul 16.00 WIB. Wilujengan kenduri merupakan tradisi Jawa Islam yang mirip dengan tasyakuran.
Dikutip dari buku "Ritual dan Tradisi Islam Jawa” karya M. Sholikhin (2010), wilujengan berarti selamatan, sementara kenduren berarti sedekah makanan karena pencapaian yang telah diterima seseorang. Biasanya, tradisi kenduri hanya mengundang kerabat, teman dekat, serta tetangga.
Usai melakukan wilujengan kenduri, ritual adat dilanjutkan dengan pemasangan bleketepe. Bleketepe juga lazim disebut tarub, yakni anyaman daun kelapa, yang dipasang di gerbang rumah sebagai tanda adanya hajatan pernikahan. Istilah tarub diambil dari Ki Ageng Tarub yang pertama kali memperkenalkan tradisi ini ketika pernikahan putrinya, Dewi Nawangsih pada abad ke-12.
Ritual adat yang harus ditempuh kedua mempelai selanjutnya yakni siraman. Istilah ini tentunya sudah tidak asing dalam tradisi pernikahan Jawa. Siraman biasanya ditentukan berdasarkan weton, dan dilakukan para sesepuh keluarga. Setelah itu, mempelai wanita akan dipaes (lukisan hitam di kening) sebagai simbol siap melaksanakan pernikahan dan berumah tangga.
Prosesi adat selanjutnya adalah serah terima paningset. Tradisi ini melambangkan pengikat. Mempelai laki-laki menyerahkan sejumlah barang atau harta kepada mempelai perempuan. Setelah menerima paningset dari pihak laki-laki, mempelai perempuan tidak diperkenankan menerima paningset dari laki-laki lain.
Adat Jawa yang juga sudah banyak dikenal adalah midodareni, yang artinya bidadari. Menurut mitos dari cerita legenda Jaka Tarub, pada malam midodareni sejumlah bidadari turun dari kahyangan dan mengunjungi rumah calon pengantin. Untuk itu, calon pengantin perempuan harus dipingit atau berdiam diri di kamar.
Setelah menjalani serangkaian adat tersebut, Kahiyang-Bobby akan melangsungkan resepsi pernikahan pada Rabu, 8 November 2017 di Graha Saba, Solo. Acara tersebut bakal dihelat dua kali, pagi dan malam hari, serta dihadiri 8.000 tamu undangan.