“Penuntut umum memandang penasihat hukum masih mengalami deja vu euforia kemenangan praperadilan jilid I, sehingga meski dalil-dalil yang diajukan telah usang namun dibawa ke sana kemari, termasuk dalam forum sidang ini,” ungkap Jaksa KPK dalam persidangan Kamis (28/12/2017).
Menurut Jaksa KPK, kesimpulan kuasa hukum Novanto yang menganggap kemenangan praperadilan tidak bisa mengangkat kembali status tersangka itu kesimpulan keliru. Sebab itu, KPK menyebut penasihat hukum Novanto masih mengalami deja vu. Banyak sumber yang menyebut kata bahasa Perancis deja vu berarti telah melihat, atau bisa diartikan mimpi yang terjadi persis dengan kenyataan.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2016, putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi.
Jaksa KPK menegaskan, penyidikan terhadap kasus korupsi yang menyeret mantan ketua umum Partai Golkar itu sesuai dengan perundang-undangan, dan dilakukan oleh penyidik yang sah. Oleh karena itu, segala sesuatu yang diperoleh pada tahap penyidikan tersebut dapat digunakan JPU sebagai dasar penyusunan surat dakwaan.
"Sehingga, surat dakwaan yang diajukan merupakan surat dakwaan yang sah secara hukum,” ujar jaksa.
Sebelumnya, dalam persidangan yang lalu, Rabu (23/12), tim kuasa hukum terdakwa Setya Novanto telah membacakan eksepsi atas dakwaan JPU KPK. Dalam eksepsi tersebut, mereka menyebut penetapan Novanto sebagai tersangka tidak sah dan tidak berdasarkan hukum yang berlaku karena sebelumnya status Setya Novanto sebagai tersangka telah digugurkan Hakim Cepy Iskandar di sidang praperadilan jilid I yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.