RUU Masyarakat Adat Jangan Cuma Jadi Dagangan Politik

| 10 Feb 2019 15:03
RUU Masyarakat Adat Jangan Cuma Jadi Dagangan Politik
Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat. (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) atas nama Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat mendesak Presiden Joko Widodo segera mengesahkan RUU Masyarakat adat.

UUD 1945 melalui Pasal 18B ayat (2) dan 281 ayat (3) telah mengakui keberadaan Masyarakat Adat, dan memandatkan untuk menghadirkan Undang-Undang turunan khusus yang melindungi dan menghormati hak Masyarakat Adat. Maka dari itu, kehadiran RUU Masyarakat Adat ini sebenarnya dimaknai sebagai wujud negara melunasi utang konstitusi, dan manifestasi kehadiran negara di tengah Masyarakat Adat.

Awalnya, diskursus RUU ini telah digagas DPR periode dalam prolegnas di akhir 2013, namun pembahasan ini mandek. Sampai pada Jokowi menjanjikan untuk mengesahkan RUU jika terpilih menjadi Presiden 2014, seperti yang tertuang dalam nawacitanya.

Melihat kenyataan belum disahkannya RUU Masyarakat Adat sampai bulan-bulan akhir kepemimpinan Jokowi, Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM PB AMAN, Muhammad Arman, mewanti-wanti Jokowi jangan sampai wacana ini menjadi bahan jualan semata.

"RUU masyarakat adat bukan dagangan politik Jokowi. Ia harus merealisasi RUU ini karena telah memasukkan isu masyarakat adat pada bagian penegakan HAM dari enam poin Nawacita sejak 2014 lalu," tutur Arman di Kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/2/2019).

Komitmen atas Undang-Undang ini, kata Aman tidak cukup hanya di atas kertas atau sekedar omongan politik. Pemerintah ini perlu menunjukan tindakan keberpihakan yang nyata atas situasi Masyarakat Adat yang selama beberapa generasi menjadi korban ketidakadilan atas kebijakan sumberdaya alam di Indonesia.

Arman membeberkan kasus pada tahun 2018 telah terjadi sekurangnya 326 konflik sumberdaya alam dan agraria di Indonesia. Ratusan konflik tersebut melibatkan areal lahan seluas 2,1 juta hektar dengan korban 186.631 jiwa. Sedikitnya 176.637 jiwa adalah korban dari pihak masyarakat adat. 

“Maraknya konflik agraria dan bahari merupakan cerminan pembangunan ekonomi Indonesia yang belum berpihak kepada Masyarakat Adat terutama kepada Masyarakat Adat di pesisir dan pulau-pulau kecil”, ujar dia.

Usaha yang berujung ketidakpastian

Dorongan pengesahan RUU oleh koalisi ini bukan hanya sebatas cuap-cuap belaka. Mereka telah menempuh sejumlah lembaga kementerian seperti KLHK, Kemenkumham, Kemendagri, sampai Sekretariat Negara.

"Kami ke KLHK, jawaban mereka pembahasan di sana sudah selesai. Lalu kami ke Kemenkumham, jawabannya sama begitu. Kami tanya kemendagri, katanya itu sudah di Setneg. Kami ke Setneg, katanya masih menunggu tiga kementerian tambahan.

Kami cek lagi ke Setneg, katanya sudah di Badan Legislasi DPR. Kami cek di Baleg, katanya belum sampai," keluh Arman.

Jika ditanya apa sebenarnya kendala RUU ini mogok di tengah jalan, Arman dan rekan-rekan LSM pun tidak mengerti, meski mereka sudah bolak-balik beraudiensi dengan lembaga pemerintah terkait. 

"Kalau misal ada yg bersoal tidak paham dengan substansi, ayo aja kita berdiskusi. Kita pun sudah meminta tolong KSP utk mediasi dengan Kemendagri. Ayo dong, apa sih masalahnya?" cecar Arman. 

Meski kemungkinannya kecil, Arman masih berharap Jokowi bisa memenuhi komitmennya untuk segera menuntaskan RUU Masyarakat Adat sebelum hari pemilihan Presiden yang jatuh pada 17 April mendatang.

Untuk kamu tahu, Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat adalah koalisi organisasi masyarakat sipil dan individu-individu pemerhati isu masyarakat adat, agraria, lingkungan, perempuan adat dan Hak Asasi Manusia. Koalisi ini terbentuk dalam rangka mengawal pembahasan RUU Masyarakat Adat di DPR RI. Pengawalan ini dilakukan agar RUU Masyarakat Adat mampu mengakui, melindungi dan memenuhi hak-hak masyarakat adat.

Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat terdiri atas Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), debtWatch Indonesia, Forum Masyarakat Adat Pesisir Indonesia, HuMa, Jurnal Perempuan, Kalyanamitra, Kemitraan, Kiara, dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).

Kemudian Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Lakpesdam NU, Madani, Merdesa Institut, Persekutuan Perempuan Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN), Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Sawit Watch, SatuNama, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Rekomendasi