Tim Editor
Hidayat juga menepis tudingan, adanya pemberitahuan Prabowo melaksanakan salat bermuatan politis dan tidak sesuai aturan hukum berpemilu.
“Menurut saya permasalahan ini perlu diklarifikasi secara maksimal. Karena kan bahwa kemudian ada pengumuman Pak Prabowo akan salat di mana, saya kira itu bukan hal yang aneh,” di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Hidayat menganggap, hal biasa saja ketika ada pejabat datang, kemudian diumumkan akan salat di masjid tertentu. Menurut dia, selama tidak terjadi kampanye bukan sesuatu yang salah.
“Kampanye itu kan satu perilaku yang jelas, disitu ada ajakan untuk memilih, disitu ada penyampaian tentang visi dan misi. Selama ini kan Pak Prabowo selalu ditanyakan salat Jumat di mana? Salat di mana?,” jelasnya.
“Kalau kemudian beliau akan salat Jumat di mana dan kemudian beliau dalam tanda kutip menyampaikan itu. Dalam konteks untuk salat Jumat menjawab dari fitnah. Mengapa sekarang malah dilarang?” sambungnya.
Wakil Ketua Mejelis Syuro PKS ini menilai, larangan ini justru menjadi kontra produktif. Sebab, katanya, di satu pihak ada yang menanyakan Prabowo salat Jumatnya di mana. Kemudian, setelah diumumkan akan salat di Masjid Agung Jawa Tengah, justru dilarang.
“Nah itu semuanya apa? Jadi menurut saya sekali lagi, saya sepakat bahwa tidak boleh terjadi politisasi. Tapi kalau siapapun presiden kandidat presiden, anggota DPR, salat Jumat di mana saja harusnya itu tidak perlu dipolitisasi dengan memaknai seolah-olah salat Jumatnya Pak Prabowo adalah politisasi,” tutupnya.
