<i>Goodbye</i> Pasar Gembrong
<i>Goodbye</i> Pasar Gembrong

Goodbye Pasar Gembrong

By Yudhistira Dwi Putra | 08 Jan 2018 14:46
Jakarta, era.id - Bagi masyarakat Jakarta, nama Pasar Gembrong yang berada di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur, sudah tidak asing lagi. Pasca peristiwa kerusuhan Mei 1998, pasar yang awalnya menjual sayur-mayur dan kebutuhan pokok ini, kini terkenal menjajakan segala macam mainan dan alat tulis.

Namun, nama legendaris Pasar Gembrong sebentar lagi akan menghilang. Pemerintah pusat berencana menggusur pasar tersebut demi pembangunan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu). 

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, berencana akan merelokasi para pedagang. Dia berjanji akan membuka komunikasi dengan sejumlah stakeholder guna mencari solusi. Sandi berharap, proyek infrastruktur itu tidak menghilangkan mata pencaharian para pedagang.

Pedagang-pedagang ini rencananya akan dipindah ke lokasi yang tidak jauh dari Pasar Gembrong. "Kita bisa berikan solusi relokasi, kita juga bisa buat penataan-penataan yang memastikan mereka, juga lapangan pekerjaannya terselamatkan," kata Sandi di Pecenongan, Jakarta Pusat, Senin (8/1/2018).

Pedagang Pasar Gembrong, Gresy Novanto (43) mengaku tak terkejut ihwal rencana relokasi ini. Sejak tahun 80-an rencana tersebut sudah tidak asing di telinganya. 

Akan tetapi, raut cemas di wajah Novanto tak bisa berbohong. Relokasi kali ini benar-benar dianggap serius oleh ayah tiga anak ini. Kecemasan Novanto berangkat dari nilai ganti rugi yang akan diperolehnya, ditambah periode pencairan dana yang belum ditetapkan. Apalagi, kata Novanto, kios berukuran 60 meter persegi miliknya ini belum diukur oleh pihak proyek. 

"Kalau memang ada harganya saya bisa nego. Yang bikin bingung ini karena belum dikasih harga," tutur Novanto kepada era.id.

Novanto berharap proses ganti rugi dari pihak proyek bisa rampung pada bulan Januari. Dengan begitu ia beserta keluarganya memiliki cukup waktu untuk hijrah mencari rumah dan kios baru. Karena sedianya relokasi akan dilakukan pada Maret 2018. Jika tak menemukan kesepakatan terkait ganti rugi, Novanto menyarankan relokasi diundur setelah Idul Fitri 2018 mendatang.

"Mereka membongkar dengan biaya ganti untung, bukan ganti rugi. Jadi warga yang dibongkar bisa beli rumah lagi," tambah dia.

Lain dengan Nurbaiti (33), ia mengaku kios miliknya sudah diukur pihak proyek, meski belum ada informasi lebih lanjut terkait nilai ganti rugi. Ia juga mengaku tidak keberatan jika harus dipindahkan ke lokasi lain, asal masih boleh berdagang.

Bertahun lamanya, ratusan pedagang menggantungkan hidup di pasar yang berdiri sejak 1960-an itu. Mereka yang berjualan umumnya orang-orang lama, dan terus diwariskan kepada anak-cucunya. Para pedagang di pasar ini memiliki omzet rata-rata Rp5-9 juta per harinya. Bahkan angka itu meroket hingga puluhan juta, jika mendekati hari-hari besar seperti Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru.

Namun sejurus dengan rencana relokasi, omzet para pedagang perlahan menurun. Diungkapkan Nur, omzet kiosnya anjlok hingga 70 persen. Salah satu penyebabnya karena harga barang yang naik setiap dua minggu sekali.

"Harga barang tinggi, namun pembeli tidak memiliki daya beli. Setiap dua minggu sekali harga naik. Selain itu banyak pungli," pungkas Nur.

Tags :
Rekomendasi
Tutup