Meski mengamini harapan di atas dengan sepenuh hati, sayangnya kami perlu bilang, ada hal yang lebih penting daripada memberikan nama Hope untuk seekor orang utan sekarat. Hal penting itu bernama perlindungan bagi kehidupan mereka, bahwa konflik antara orang sadis dan orang utan harus segera diakhiri.
Enggak bisa enggak. Sudah terlalu lama banyak manusia hidup dalam pandangan salah tentang orang utan. Kera besar itu selalu dianggap masalah bagi perkebunan sawit garapan manusia. Karena terlanjur dianggap sebagai hama, manusia pada akhirnya terus melakukan perburuan dan penyerangan terhadap orang utan.
Sulit memang bicara konservasi orang utan di tengah tingginya produksi sawit di negeri ini. Sulit, namun bukan mustahil. Edy Sudiono, Manajer Kemitraan The Nature Conservancy Indonesia untuk Indonesia Terrestrial Program di Kalimantan Timur yang bilang, masih ada cara menjembatani kepentingan konservasi dan ekonomi.
Menurut Edy, otoritas harus membangun keterpaduan perencanaan tata ruang untuk mengamankan habitat asli orang utan dengan menetapkan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) di wilayah perusahaan yang mempertimbangkan konektivitas dengan kawasan hutan alam yang lebih luas.
"Begitupun para pemegang konsesi yang terpaksa membuka hutan, sebaiknya tidak menimbulkan kantong-kantong hutan yang terfragmentasi. Kemudian, diterapkannya prinsip praktik pengelolaan terbaik pada setiap unit pengelola," terang Edy lewat tulisan yang kami kutip dari Kompas, Rabu (13/3/2019).
Penetapan KBKT ini jadi penting untuk menjaga habitat orang utan dari aktivitas manusia. Sebab, jika merujuk analisis GLOBIO (Global Methodology for Mapping Human Impact on the Biosphere), tahun 2030 nanti diperkirakan 99 persen habitat orang utan akan terpengaruh aktivitas manusia.
-
Film18 Nov 2020 19:00
Inspiratif, Film Southpaw Suguhkan Kisah Petinju yang Cinta Keluarga