Fahri Hamzah yang Tak Bisa Terima Hasil Survei

| 04 Apr 2019 14:56
Fahri Hamzah yang Tak Bisa Terima Hasil Survei
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fahri Hamzah (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - Jelang pencoblosan yang hanya tinggal 13 hari lagi, berbagai lembaga survei berlomba menunjukan hasil surveinya. Namun, dari semua lembaga survei kecenderungannya hampir sama, salah satu pasangan calon selalu lebih unggul.

Era.id coba merangkum empat lembaga survei yang baru merilis hasil surveinya. Sebagai contoh survei Litbang Kompas, Indo Barometer, LSI Deny JA, dan CSIS. Pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin selalu lebih unggul dari penantangnya, paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fahri Hamzah menilai, kebanyakan lembaga survei memang hadir untuk mengarahkan pandangan masyarakat terhadap sesuatu.

"Memang tugas mereka framing bukan mencari fakta. Dibayar untuk framing bukan untuk mencari fakta. Kalau orang survei untuk mencari tahu apa yang terjadi di masyarakat, itu dia enggak diumumkan karena itu adalah untuk kepentingan pengambilan keputusan objektif klien," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2019).

Selain itu, bahkan ada kecenderungan menggunakan hasil survei tersebut untuk meng-attack kelompok lain.  "Seperti yang saya dengar pemilih FPI telah beralih kepada Jokowi. Kan lucu. Ya memang dibayarnya untuk framing," tuturnya.

Mantan politisi PKS ini bilang, penyelenggara survei harusnya ada etika dan hukumnya. Katanya, harus mengumumkan mereka dibayar oleh siapa, survei atau konsultan. 

"Menurut saya itu ada pelanggaran hukumnya, karena mau memanipulasi data dan juga kental persoalan etikanya. Kenapa? ya karena mereka itu dibayar untuk melakukan itu tetapi tidak transparan," jelasnya. 

Terkait dengan pengaruh hasil survei di hari H pencoblosan, Fahri menilai, yang saat ini terjadi adalah peralihan di arus bawah. Bahkan, katanya, untuk satu wilayah seperti DKI Jakarta saja lembaga survei tidak sanggup menangkap dinamika yang terjadi. Apalagi, penduduk republik yang begitu besar. 

"Dan itu sederhana kok. Masyarakat memang di banyak peristiwa tidak bisa ditangkap dinamikanya. Apalagi maksud lembaga survei untuk framing. Maka dinamikanya enggak tertangkap," katanya.

Rekomendasi