Paparan Rizal Ramli soal Kecurangan Pemilu 2019

| 14 May 2019 18:49
Paparan Rizal Ramli soal Kecurangan Pemilu 2019
Acara Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019 oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - Penasihat ekonomi calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Rizal Ramli memaparkan sejumlah temuan kecurangan pada Pemilu 2019. Kecurangan yang paling signifikan adalah daftar pemilih palsu sejumlah 16,5 juta. 

Padahal, temuan ini sudah diprotes oleh petinggi BPN Prabowo-Sandi, Hasyim Djojohadikusumo sejak tiga bulan yang lalu. Hasyim menemukan ada puluhan ribu penduduk dengan nama, tanggal lahir, dan kota yang sama.

Namun, dia menilai, laporan ini tidak ditanggapi serius KPU.

"Jelas itu abal-abal. Banyak juga data enggak pantas. Kalau KPU jujur, profesional itu dia sisir. Kurangin lah 3 juta, 5 juta, saya yakin masyarakat Indonesia bersyukur," kata Rizal dalam acara Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019 oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (14/5/2019).

"Tapi mereka tutup telinga, tutup mata tetap mau ada 16,5 juta pemilih abal-abal. Karena kalau misalnya dimasukkan 10 orang ke 800 ribu TPS, sudah 8 juta. Ditambahin 20 (juta), jadi 16 juta, pasti menang," tambah dia.

Karena dugaan kecurangan ini, mantan Menko Maritim era Jokowi-JK ini jadi tidak percaya dengan hasil pada Pemilu 2019 nanti. 

Hitungannya, pada 2014, Jokowi populer dengan 73 persen pemilih. Angka tersebut, bagi Rizal, harusnya menyusut karena tingkat kepercayaannya yang menurun di masa kini. Namun yang dia bingung, suara Jokowi tetap tinggi.

"Mungkin kecurangan, yang sungguh-sungguh hanya 51 persen (suara Jokowi di Pemilu 2019). Kok bisa sekarang dirancang menang 50-68 persen," kata dia.

"Padahal, daya beli masyarakat lemah, harga anjlok, umat Islam merasa tidak adil, kok bisa naik. Karena memang dirancang harus menang. Nah saudara-saudara dari TPS yang ada, 13,5 persen salah computing. Itu besar sekali," tambah dia.

Selain masalah DPT, Rizal juga menyoroti kesalahan hitung yang dilakukan oleh KPU. Dia mempertanyakan mengapa bisa terjadi salah input data suara. 

"Kok bisa salah input? Komputer ada namanya front end. Kalau salah masukkan otomatis ditolak. Ada juga namanya back end. Nah ini yang bisa diubah-ubah. Misal 01 dapat sekian, ditambahkan. Misal 02 dapat sekian, dikurangin. Jadi kecurangan paling besar ada di back end komputer,” jelasnya.

Rizal menantang KPU untuk mau dilakukan audit forensik. Hal ini, katanya, menentukan keprofesionalan dari lembaga penyelenggara pemilu. Dia menilai, audit ini penting untuk membongkar adanya kecurangan.

"Padahal kalau profesional mereka izinkan kita audit forensik. Karena bisa ketahuan dua hari lalu siapa yang masuk komputer, apa yang dia lakukan, apa yang dia ubah. Itu ada loginnya. Mereka tidak mau diaudit. Karena kecurangannya pasti akan terang benderang dan terbuka," jelasnya.

Apalagi, kata Rizal, di dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017 menyebutkan jika ada satu suara yang dihilangkan debgan sengaja, yang bersangkutan bisa kena hukuman penjara 4 tahun dan denda.

Dia menambahkan, kecurangan sempat terjadi di Pemilu 2014. Kala itu, kata Rizal, Jokowi-Jusuf Kalla melakukan kecurangan kepada Prabowo-Hatta Rajasa. Namun, Prabowo tidak melawannya.

Kini, sikap Prabowo berubah. Prabowo-Sandiaga Uno akan melawan kecurangan yang dilakukan Jokowi-Ma'ruf Amin. 

"Tahun 2014 sebenarnya ada kecurangan. Memang skalanya relatif kecil. Tapi tetap kecurangan. Pak Prabowo waktu itu legawa berbesar hati tidak mau ramai, tidak mau protes nrimo. Tapi kali ini? Lawan," kata dia.

Rekomendasi