"Kami mengapresiasi pimpinan DPR untuk mengadakan pelantikan Ketua DPR pada hari ini, dan Alhamdulillah sidang pelantikan Ketua DPR berjalan dengan lancar dan juga Pengganti Antar Waktu (PAW) dari salah satu anggota Partai Golkar yang mendahului kita," ujar Airlangga, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Bamsoet dinilai Airlangga sebagai sosok terbaik yang dimiliki Partai Golkar. Sebab, Bamsoet, kata Airlangga, memiliki jenjang karir yang pas untuk memimpin DPR. Kapasitasnya itu dipercaya internal Partai Golkar sehingga mampu mengalahkan kandidat lain yang sebelumnya mencuat, di antaranya Sekretaris Fraksi Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita atau Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali.
"Salah satunya adalah pertimbangan Pak Bambang Soesatyo adalah kader terbaik dari Partai Golkar, dan sudah menjalani proses dari bawah artinya berkarir secara profesional," tuturnya.
Terpilihnya Bamsoet, lanjut Airlangga, telah melalui rapat internal partai. Fraksi partai lain juga dilibatkan untuk memunculkan Bamsoet menjadi Ketua DPR. Selain faktor itu, penunjukan Bamsoet menuruti desakan publik lantaran terlalu lamanya intitusi negara tanpa pemimpin.
"Saya kira tidak terburu-terburu prosesnya, udah jalan secara panjang internal dan juga telah berkomunikasi dengan stakeholder DPR dari komunikasi yang intens itu keluar nama Pak Bambang Soesatyo," ucapnya.
Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto menunjuk Bambang Soesatyo sebagai Ketua DPR di lantai 12 Ruang Fraksi Golkar, Gedung Nusantara 1, Kompleks Parlemen, Senin (15/1/2017). (Bagas/era.id)
Tiga kali ganti Ketua DPR
Selama masa bakti 2014-2019, Partai Golkar telah melalui tiga kali pergantian Ketua DPR. Pertama, dijabat oleh terdakwa kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto. Namun, pada Rabu (16/12/2015), Novanto mengundurkan diri melalui Mahkamah Kehormatan Dewan. Penyebabnya terkait kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla demi mendapatkan keuntungan saham dari PT Freeport Indonesia, atau yang dikenal dengan 'papa minta saham'.
Selanjutnya Ade Komarudin diangkat menjadi Ketua DPR pada Senin (11/1/2016). Ade yang diajukan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie sebelumnya berhadapan dengan Agus Gumiwang yang dicalonkan Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono.
Ade kemudian mengalami masalah sebagai pimpinan alat kelengkapan Dewan. Dia diduga menghalangi pembahasan Rancangan Undang-Undang Tembakau sehingga terlunta-lunta, dan diduga memindahkan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN). Terkait dua pelanggaran ringan itu, Ade divonis MKD bersalah.
Ade dicopot dari Ketua DPR pada Rabu (30/11/2016) setelah nama Novanto menyeruak, dicalonkan kembali menjadi Ketua DPR. Ketika itu nama baik Novanto telah dipulihkan oleh MKD. Mantan Ketum Partai Golkar itu menang lewat jalur MK saat melawan tuduhan kasus 'papa minta saham'.
Kasus hukum kembali menjerat Novanto. Dia diduga terlibat kasus korupsi pengadaan e-KTP. Ketika ditahan KPK, Novanto sempat menolak lengser sebagai Ketua DPR dan Ketum Golkar. Meski banyak desakan publik agar lengser, dia tetap kekeh menunggu putusan praperadilan muncul. Adapun Novanto akhirnya menyampaikan surat pengunduran diri sebagai Ketua DPR pada Jumat (8/12/2017).
Dalam surat pengunduran diri, Novanto menunjuk politisi Golkar Azis Syamsudin sebagai pengganti dirinya. Keputusan Novanto menunjuk Aziz menjadi Ketua DPR menuai perdebatan di internal Golkar. Pada akhirnya Bamsoet duduk sebagai Ketua DPR setelah Airlangga diangkat menjadi Ketum Golkar.