Bedanya dengan film, yang berkonflik di sini adalah tim hukum paslon 02 sebagai pemohon, tim hukum paslon 01 sebagai pihak terkait, dan majelis hakim MK yang jadi penengah perdebatan mereka.
Dalam penutup sidang yang digelar pada Salasa (17/6), ada cerita yang menarik. Saat itu, semua pihak dipersilakan untuk memberikan catatan maupun komentar. Begitupun dengan majelis hakim yang sedari pagi hingga sore cuma mendengar pembacaan jawaban dari termohon, pihak terkait, dan pemberi keterangan.
Saat di penghujung sidang, mereka semua menumpahkan 'unek-uneknya'.
Diawali dari Ketua tim Hukum 02, Bambang Widjojanto (BW) yang memiliki ide meminta MK memerintahkan LPSK melindungi saksinya. Ide itu muncul setelah berkonsultasi dengan LPSK.
"Setelah kami konsul, ada dua opsi pak (hakim). Kalo kami diperintahkan, kami akan lakukan (perlindungan lewat LPSK), atau (perlindunganya) diambilalih oleh MK dan menjadi lembaganya subordinatnya untuk menjalankan fungsi pengamanannya itu," tutur BW.
Namun, Hakim MK Suhartoyo bilang, mereka tidak bisa mengamini permintaan BW. Mengingat, berdasarkan perundang-undangan, LPSK hanya memberikan perlindungan saksi pidana bukan perdata.
Tapi, Suhartoyo bisa menjamin, ketika saksi berada di persidangan atau di sekitar gedung MK, pihaknya akan melindungi keamanan mereka. Soalnya, besok ada mekanisme baru, ketika saksi hadir dan bersumpah, mereka akan ditempatkan di area steril.
"Jadi, tidak serta merta MK dihadapkan harus memerintahkan (LPSK melindungi saksi), karena ketika MK memerintahkan, itu landasan yuridisnya banyak dipertanyakan. Saya kira ada lembaga yang berwenang untuk itu, " jelas Suhartoyo.
Hakim MK I Dewa Gede Palguna menambahkan, sepanjang sejarah persidangan MK sejak tahun 2003 lembaga ini didirikan, belum pernah ada orang yang merasa terancam ketika memberikan keterangan di hadapan mahkamah.
"Jangan sampai sidang ini dianggap begitu menyeramkan, sehingga orang merasa terancam untuk memberikan keterangannya di hadapan Mahkamah," ucap Palguna.
Tim Hukum Paslon 01, Luhut Pangaribuan menyambar percakapan antara BW dengan majelis hakim, dengan persetujuan dari Ketua Majelis untuk giliran berbicara. Kata Luhut, kalau ancaman kepada saksi sungguh ada, beberkan saja ancaman apa yang akan diterima oleh saksi 02 tersebut.
"Ini tidak baik jika tidak dituntaskan karena jadi bersifat insinuatif (tuduhan tersembunyi). Seolah-olah jadi drama yang tidak memeperhatikan orang lain dalam persidangan ini," ungkap Luhut.
Raut muka BW yang sebelumnya kalem saat berbicara dengan majelis hakim, berubah menjadi sinis mendengar ucapan Luhut. Pertanda suhu persidangan memanas. kalau dalam film, cerita konfliknya terjadi di titik ini.
"Sebentar, sebentar. Jangan bermain drama di sore hari," kata BW pada Luhut.
"Saudara Bambang ini tidak hormat sama seniornyanya ya. Yang mau saya katakan, jangan dramatisasi sesuatu yang tidak ada," sanggah Luhut.
"Tapi saya keberatan dengan kata-kata dramatisasi," balas BW.
BW menegaskan, ancaman terhadap saksi bukanlah drama. "Saya ingin akhiri perdebatan ini, saya serahkan ke Ketua. Tetapi jangan kemudian ini dikorek-korek jadi sesuatu yang seolah-olah drama. Ini tidak drama ini sungguh-sungguh. Jangan mempermainkan nyawa orang di ruang persidangan seperti ini, itu tidak pantas," tambah dia.
Dia bersedia menyerahkan nama saksi yang berpotensi mendapat ancaman jika memberi kesaksian. Namun, Bambang hanya ingin menyampaikannya kepada Majelis Hakim, bukan pihak terkait.
Tak ingin perdebatan menjadi larut, majelis hakim pun kembali menegaskan, Mahkamah tidak bisa mengabulkan permintaan BW agar MK memerintahkan LPSK melindungi saksinya atau MK sendiri yang menangani perlindungan tersebut.
"Jadi, besok, ahli-ahli dan saksi yang hadir, kita tanya saja apakah mereka merasa terancam, atau ada yang mengancam," ucap Hakim MK Saldi Isra.
Setelah itu, sidang kedua sengketa Pilpres 2019 selesai. Ketua Majelis Hakim Anwar Usman menutup persidangan hari ini, dengan mengetok palu satu kali. Sidang akan dilanjutkan Rabu (19/6) besok dengan agenda pemberian keterangan dari saksi termohon.