Idham memaparkan soal dugaan NIK Kecamatan siluman, NIK rekayasa, pemilih ganda, dan pemilih di bawah umur. Temuan ini ia dasarkan pada penjelasan UU Nomor 23 Tahun 2006 megenai pengadministrasi kependudukan.
Idham, yang bekerja sebagai konsultan yang menganalisis soal database, mengaku mendapat daftar pemilih tetap (DPT) dari DPP Gerindra.
"Saya ambil di kantor DPP Gerindra. Yang ngasih saya adalah Heri Sumartono, bagian IT DPP Gerindra. Saya sangat senang nerima itu karena saya sulit menemukan dpt yg sulit diterima. Akhirnya saya melakukan penelusuran dan saya temukan 4 hal yang ingin saya katakan hari ini," kata Idham dalam ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).
Pada NIK kecamatan siluman yang Idham temukan, ia bilang ada 10.901.715 NIK, yang persebaran tertinggi berada di Bogor dengan jumlah lebih dari 437 ribu.
"Pada kolom kode kecamatan. Di Bogor itu cuma ada 40 kecamatan, tapi di sana ada lebih. Ini yang disebut NIK berkecamatan siluman," ujar Idham.
Sementara pada NIK siluman, Idham menjelaskan hal itu adalah NIK yang seluruh elemen datanya kelihatan benar, namun menurutnya salah.
"Misalnya di NIK perempuan tapi dia laki-laki. NIK perempuan itu tanggal lahirnya ditambah 40, Kalau NIK laki-laki 41. Kemudian ada tangal dan bulan tidak sesuai. Misalnya di tanggal lahir di tulis a, tapi pada NIK-nya itu b," papar Idham.
Kemudian, dia memaparkan soal pemilih ganda. Data ini berdasarkan kesesuaian nama dan tanggal lahir, karena NIK dalam DPT ditutup 4 digit. Dia memutuskan mencari data ganda berdasarkan nama dan tanggal lahir, tiga suku kata bersamaan dan lahir di tanggal yang sama.
Selanjutnya, Idham juga menemukan terdapat data nama, tempat dan tanggal lahir yang sama.
"Total kasus sekitar 2 juta. Kasus pemilih ganda yang terbanyak di Bogor sebanyak 85 ribu. Total kasus penggandaannya itu adalah 2.155.905. Satu nama itu bisa ganda satu kali, dua kali, tiga kali," ungkapnya.
Keempat adalah soal pemilih di bawah umur. Idham menemukan pemilih yang tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu yang menyebutkan pemilih sah adalah yang sudah berada di usia 17 tahun dan sudah menikah.
Hakim K Aswanto berkata kepada Idham, dari data yang ditemukan itu, kemungkinan ada yang sudah menikah meski di bawah usia 17 tahun. Ini untuk mengkritisi adanya anak di bawah umur yang sudah punya KTP.
"Tapi ada yang umurnya 1 tahun yang mulia, masa iya sudah menikah, ini enggak logis. Kenapa ini jadi masalah, karena dalam DPT KPU ada dua kolom yang dihilangkan yaitu status perkawinan dan usia pemilih," ungkap Idham.