Jakarta, era.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk langsung menggelar rapat pleno untuk menyikapi hasil putusan sidang sengketa Pilpres 2019 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) malam ini pukul 23.00 WIB.
Ketua KPU Arief Budiman bilang, setelah mendapat salinan putusan, seluruh Komisioner akan langsung geser ke Kantor KPU RI di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.
"Sebetulnya dijadwalkannya pleno itu sore tadi. Tapi, karena pembacaan putusan memang sampai malam. dan semua kawan masih berkumpul di sini. Kita akan langsung lakukan rapat pleno bagaimana menyikapi putusan ini," kata Arief di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).
Dalam rapat pleno ini, KPU akan menentukan jadwal penetapan presiden dan wakil presiden terpilih. Sesuai peraturan, KPU diberi waktu tiga hari untuk menindaklanjuti.
Tindak lanjut tersebut adalah menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024. Paling lambat, KPU punya waktu sampai 30 Juni 2019. Tiga hari yang dimiliki KPU dalam tahapan pemilu adalah hari kalender. Beda dengan MK yang menerapkan hari kerja dalam menggelar persidangan.
"Jadi, di antara hari Jumat, Sabtu, dan Minggu itu lah kita akan memutuskan bagaimana menindaklanjutinya. Ini adalah proses pertanggungjawaban apa yang sudah kami kerjakan. Kami bersyukur pada bagian akhirnya apa yang kami kerjakan semua bisa diterima," ucap Arief menoreh senyum.
Supaya kamu tahu, MK menolak seluruh permohonan gugatan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atas sengketa hasil Pilpres 2019. Putusan itu dibacakan hampir selama 9 jam secara bergantian oleh sembilan hakim konstitusi.
"Mengadili, menyatakan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan dalam sidang gugatan hasil Pilpres.
Dengan ditolaknya gugatan tersebut, hasil rekapitulasi Pilpres 2019 yang ditetapkan KPU tetap sah. Di mana paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapat 55,50 persen suara dan mengungguli kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang mendapat 44,50 persen.
Dalam pertimbangannya, MK menilai dalil Prabowo-Sandi soal adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilpres 2019 tidak terbukti menurut hukum.
Selain itu dalam konklusinya, MK juga berkesimpulan dan berwenang untuk mengadili permohonan a quo. Di mana pemohon Prabowo-Sandi disebut memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan ke MK.