Juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak tak sepakat dengan istilah rekonsiliasi. Menurutnya rekonsiliasi hanya bisa dilakukan oleh dua pihak yang berkonflik, sementara Prabowo dan Jokowi sama sekali tidak berkonflik.
"Rekonsiliasi, emang ada apa? Sejak awal kan keterangan saya tidak perlu ada rekonsiliasi karena enggak ada yang konflik. Jadi dalam konteks Pak Prabowo dan Pak Jokowi, saya pikir tidak ada yang perlu direkonsiliasi dan Pak Prabowo sangat terbuka kapan pun tentu beliau akan bersilaturahim," kata Dahnil di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Tapi, satu hal yang luput dari pandangan 02 jika istilah rekonsiliasi, atau silaturahmi dalam bahasa mereka cuma diperuntukan untuk elite politik. Dahnil bilang, meski kedua paslon tidak punya konflik, apa para pendukung mereka yang berselisih baik mereka yang disebut para cebong dan kampret di luar sana, bisa dengan gampang bersatu kembali?
Berangkat dari sana, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini memandang semua pihak dan selurun elemen bangsa harus bergeser ke agenda berikut yang jauh lebih penting, yakni rekonsiliasi bangsa dan memikirkan keberlangsuangan pembangunan negara ke depan.
"Kontestasi pemilu presiden sudah tuntas dan rekonsiliasi harus diarahkan untuk menghentikan pembelahan di tengah masyarakat dan pendukung sebagai dampak kontestasi pemilihan presiden," kata Titi kepada era.id.
Namun, kata dia, agenda rekonsiliasi tidak boleh diartikan sempit sebagai sebatas ajang transaksional dan bagi-bagi kekuasaan.
"Agenda rekonsialisasi cukup dimaknai proses penghentian pertikaian dan ketegangan sosial ditengah masyarakat yang ditandai ketulusan elit untuk legawa menerima hasil pemilu dan mengakui keterpilihan paslon yang ditetapkan KPU," ucapnya.
Seluruh elite yang menjadi bagian dari paslon 01 dan 02 semestinya mendinginkan suasana dan sudah mulai bicara agenda kedepan. Sehingga, publik merasa teryakinkan bahwa kepemimpinan terpilih memang punya komitmen untuk fokus membangun tata kelola pemerintahan yang berorientasi untuk semua kelompok.