"Nanti kita akan membuat rekomendasi kebijakan kepada pembuat UU, yaitu pemerintah dan DPR. Salah satu keserentakan yang akan kita rekomendasikan adalah pemilu tetap serentak, tapi kita bagi dalam dua jenis besar," kata Wahyu di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).
Jadi, akan ada dua jenis kontestasi politik yang diselenggarakan nantinya. Pertama, pemilu nasional seperti pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan calon anggota DPR. Kemudian, pemilu lokal, mulai dari DPRD provinsi, kabupaten/kota, gubernur, dan bupati.
Hasil evaluasi KPU, penyelenggara pemilu mendapat beban yang lebih tinggi ketika pemilu serentak diselenggarakan, terutama lokal dan nasional.
"Antara kemampuan manusiawi dengan beban pekerjaan itu tak rasional. Salah satu penyebab banyaknya korban penyelenggara KPPS ataupun panwaslu, kepolisian, itu antara lain disebabkan karena volume pekerjaan yang tak sebanding kemampuan manusiawi," jelas dia.
Orang normal bekerja 8 jam per hari. Nah, setelah ada putusan MK yang termaktub dalam UU Pemilu, beban pekerjaan KPPS dan pengawas jadi berlipat ganda, dari pagi bisa sampai lewat jam 12 malam.
"Itu kan artinya melewati 2 hari bekerja. ini yang menurut kami sudah tak rasional apabila diperbandingkan beban pekerjaan dan kemampuan manusiawi penyelenggara di lapangan," ungkap dia.
Lebih lanjut, ada dampak positif kalau pemilu serentak dipisah antara lokal dan nasional. Yaitu, penyediaan logistik akan jadi lebih mudah. Pengelolaan logistik pada pemilu serentak yang baru berlangsung ini, sebagian besar ada di pusat. Kalau pemilu nasional dan lokal dipisah, maka akan ada pembagian tugas dalam distribusinya.
"Terutama dalam pengelolaan logistik antara pusat dan daerah. Dari sisi situ saja beban penyelenggaraan akan lebih rasional," imbuhnya.