"Setiap warga negara, setiap badan, memiliki hak untuk menempuh jalur hukum atas semua masalah yang dianggap perlu untuk diselesaikan lewat jalur hukum. Jadi kita hargai kita hormati. Dan nanti biar proses hukum berjalan," kata Anies di Balai Kota DKI, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2019).
Anies memaklumi kalau ada sejumlah warga yang tidak menerima kondisi buruknya udara Jakarta saat ini. Ia juga enggak menyalahkan siapa-siapa. Mengingat, Jakarta merupakan kota yang banyak dilakukan kegiatan sosial dan perekonomian.
Dari banyaknya pabrik atau perusahaan maupun kendaraan sibuk berlalu-lalang itulah, kata Anies, memiliki ampas berupa polusi udara dalam jumlah yang tidak sedikit.
Karena itu, salah satu solusi yang paling mudah,
Anies mengajak kepada warganya untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
"Mari gunakan kendaraan umum. Transjakarta jangkauannya sudah lebih luas. Kualitasnya baik, ada MRT dan juga kendaraan2 umum lainnya. Gunakan itu," ungkap mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Tak hanya itu, Anies bilang pihaknya akan membuat langkah jangka pendek dengan menyiapkan alat-alat ukur kualitas udara secara lebih banyak, sehingga bisa menjangkau wilayah Jakarta seluruhnya.
"Karena misalnya, hari ini kalau kita ditanya balik yang bilang kualitas udara buruk maka kita hanya bisa menentukan paling 10 titik. 15 titik maksimal di Jakarta. Dan yang keluar dari (aplikasi) air visual itu dari kedutaan amerika. Jadi kan menggambarkan kualitas udara di skitar gambir saja. Tapi belum kualitas udara di seluruh Jakarta," jelasnya.
Perlu diketahui, sejumlah warga yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Greenpeace Indonesia, dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta. menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga Presiden karena kualitas udara Jakarta yang buruk.
Warga yang menggugat melayangkan gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) kepada sejumlah lembaga pemerintahan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2019).
Terdapat tujuh tergugat yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, serta turut tergugat Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.