Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut aliran dana korupsi proyek e-KTP dari hulu ke hilir ini terbilang canggih karena melibatkan peran money changer (jasa penukaran uang). Saat ini pembuktian aliran transaksi korupsi yang merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun ini sedang ditelisik dalam persidangan.
Sepekan lalu, dua saksi yang dihadirkan dari pengusaha money changer bernama Yuli Hera dan Rizwan alias Iwan itu bisa dikatakan hilir dari aliran dana korupsi tersebut.
“Memang transaksi korupsi makin shopisticated (canggih) itu makin rumit keuangannya. Tapi saya sampaikan ini adalah hilir dari transaksi-transaksi yang nanti kita buktikan. Kemudian siapa-siapa saja orang yang mengirimkan, kemudian ke mana lanjutannya. Ini kan baru transaksi layering,” ungkap JPU KPK Irene Putri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2018).
Irene menilai, perputaran uang yang dilakukan dalam kasus korupsi e-KTP ini berlapis-lapis. Sehingga ia menyebut, persidangan ini masih panjang untuk membuktikan dugaan korupsi Novanto. Jaksa memiliki waktu tiga bulan untuk membuktikan, katanya.
Menurut Irene, peran money changer dalam kasus ini bukan berniat membantu perputaran uang e-KTP yang kemudian bermuara dalam kantong pribadi Novanto. Jaksa hanya ingin membuktikan, ada mekanisme aliran uang korupsi e-KTP yang melibatkan money changer.
"Jadi niat jahatnya bukan di money changer. Bukan," tambahnya.
Dalam persidangan, Kamis (18/1), Deni Wibowo pengusaha money changer PT Raja Valuta menyebut dirinya pernah diminta mentransfer sejumlah uang ke rekening OEM Investment Pte. Ltd oleh PT Mekarindo Abadi.
OEM Investment Pte. Ltd adalah perusahaan milik Made Oka Masagung. Meski begitu, Deni mengaku lupa dengan nama kolega Setya Novanto tersebut. Adapun jumlah uang yang ditransfer sebesar 1,4 juta dolar AS.
