Anggota Komisi II DPR, Budiman Sudjatmiko memandang kampanye hitam digital merupakan risiko atas kemajuan teknologi saat ini yang tak bisa terhindarkan dampaknya, termasuk di bidang politik. Menurutnya, pemerintah sejatinya telah melakukan upaya untuk mengantisipasi potensi kejahatan berpolitik ini.
"Saya kira pemerintah sudah mengantisipasi untuk secara teknologi melakukan kontrol agar WA (WhatsApp) grup dan ujaran kebencian itu bisa terlacak bisa dihukum dan diberi sanksi," kata Budiman di DPP Taruna Merah Putih, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2018).
Budiman mengecam keras oknum yang menggunakan kampanye hitam sebagai cara untuk menjegal lawan politiknya. Menurut Budiman, tak ada ganjaran yang lebih tepat kepada penjahat pemilu yang melakukan hal itu selain sanksi tegas.
(Infografis: era.id)
Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR, Lukman Edy mengingatkan seluruh peserta pemilu agar tidak melakukan praktik kecurangan pemilu dalam bentuk apapun, baik kampanye hitam, apa lagi politik uang.
Khusus politik uang, negara saat ini telah menyiapkan sanksi tegas bagi siapapun yang terlibat. Pasal 73 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pemerintah telah mengatur sanksi tentang pemberian uang atau imbalan oleh bakal calon.
“Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih" sebagaimana tertulis dalam pasal tersebut.
Dalam regulasi ini, seluruh calon kepala daerah yang melakukan kecurangan yaitu dengan sengaja memberikan uang untuk mempengaruhi pemilih, selain terkena sanksi pidana, juga terancam pencalonannya akan dibatalkan atau didiskualifikasi.
"Teknisnya kami serahkan kepada penyelenggara Pemilu, KPU dan Bawaslu yang mengawasi, sanksi-sanksi kan sudah kita kaji dalam Undang-Undang (UU) Pilkadanya sampai kepada sanksi yang paling berat yang didiskualifikasi pada calon atau kandidat yang melalukan politik uang," kata Lukman di Kompek Parlemen, Senayan, Jakarta.