Tak Ada Parameter Baku Seleksi Anggota KPI Berpengaruh ke Integritas

| 12 Aug 2019 16:10
Tak Ada Parameter Baku Seleksi Anggota KPI Berpengaruh ke Integritas
Konferensi pers Ombudsman (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya tindakan maladminstrasi dari Panitia Seleksi Anggota KPI Pusat periode 2019-2022 berupa melampaui kewenangan dalam proses seleksi anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2019-2022. 

Bentuk pelanggaran administrasi yang dilakukan Pansel KPI adalah membuat aturan sendiri melalui kesepakatan yang tidak diatur dalam Undang-Undang di atasnya, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 

Anggota Ombudsman Adrianus Meliala menjelaskan beberapa hasil temuan awal, di antaranya tidak adanya petunjuk teknis (juknis) atau SOP mengenai mekanisme seleksi calon anggota KPI Pusat periode 2019-2022, tidak ada standar penilaian baku yang dijadikan rujukan untuk menentukan nama peserta seleksi yang lolos atau lanjut ke tahap berikutnya. 

"Tim Ombudsman juga menemukan bahwa tidak adanya standar pengamanan dokumen atau informasi yang memadai agar informasi tidak bocor ke pihak lain yang tidak berkepentingan," kata Adrianus di Kantor Ombudsman, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (12/8/2019).

Selain itu, terdapat temuan tambahan yakni Kementerian Komunikasi dan lnformatika merupakan penyelenggara pemilihan Panitia Seleksi Anggota KPI Pusat 2019-2022 berdasarkan permintaan Komisi l DPR RI pada saat RDP tanggal 4 September 2019. 

Kemudian, ditemukan ketidakkonsistenan penggunaan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPl/O7/2014 Tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia oleh Pansel Anggota KPI. 

"Pada penandatanganan SK Anggota Pansel oleh Menteri Kominfo, jumlah anggota Pansel 15 orang, serta penyerahan nama calon anggota KPI berdasarkan abjad bukan ranking, Pansel tidak menggunakan aturan tersebut," ucap Adrianus. 

"Namun, pada jumlah 34 calon dan 7 petahana yang dikirimkan kepada DPR, pansel mengacu aturan itu. Itu bentuk ketidakkonsistenan," tambah dia. 

Lebih lanjut, dengan tidak adanya parameter penilaian yang baku soal pencalonan anggota KPI, Adrianus menganggap akan berimplikasi kepada integritas anggota yang terpilih saat ini. 

"Bisa jadi begitu. [...] Makannya, melaui ini pelajarannya adalah perhatikan tata kelola. Dengan tata kelola yang baik, ada proses yang baik. Kalau dalam hal ini sifatnya kan grasa-grusu," jelas dia. 

Oleh karenanya, Ombudsman memberikan saran kepada Komisi l DPR RI untuk memasukkan materi terkait pengaturan seleksi calon anggota KPI dalam pembahasan Revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 

Selain itu, Ombudsman juga memberikan tiga saran kepada Kemkominfo, pertama terlebih dahulu menyusun petunjuk teknis terkait mekanisme seleksi calon anggota KPI dengan memperhatikan ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 

"Secara integritas, (pemilihan calon) itu gimana? (Nama) yang ini keluar, yang ini enggak. Itu enggak ada dalam porsinya. Jadi, ada unsur subjektifnya. Harapan kami ke depan adalah agar dibuat juknis yang lengkap," tutur Adrianus. 

Saran kedua kepada Kemkominfo adalah menyusun standar baku terhadap peserta yang lolos di setiap tahapan. Ketiga, menyusun standar mengenai keamanan dokumen seleksi calon anggota KPI untuk mencegah terjadinya kebocoran dokumen atau informasi. 

Tags : ombudsman
Rekomendasi